Jumat, 30 Januari 2015

Sweet Seventeen



          Apa Sih Istimewanya “Sweet Seventeen”?
Mungkin aku baru menyadari hal ini dari dulu. Baru sekarang aku tahu bahwa sekian lamanya pertanyaanku yang tak pernah terpikirkan olehku kini aku sudah memecahkannya. Dari pertanyaanku “Kenapa ya setiap tanggal hari  ulang tahun ku tidak pernah sama ketika aku dilahirkan?” dan “Memangnya tanggal kelahiran yang sama itu hanya terjadi satu kali sekali seumur hidup? Ck..ck.. ternyata aku salah! Sekarang aku tahu jawabannya. Setelah aku pikir.. setidaknya aku mencoba dulu setiap tahun baru yang akan datang. Hal ini ternyata manjur! Dan jawabannya adalah..
‘Tanggal/hari kelahiran kita akan sama setiap 17 tahun sekali.’
            Kalau tidak percaya buktikan saja sendiri. Misalnya kita dilahirkan pada tanggal 21 Mei tahun 2000 pada hari Minggu. Beberapa tahun nanti pasti ada satu hari yang sangat cocok dengan hari apa kita dilahirkan.Nah, pasti di tahun 2017 nanti hari kelahiran kita akan sama dengan 17 tahun yang lalu kita dilahirkan. Dan 17 tahun yang akan mendatang lagi/2034/2051 dan seterusnya. Atau hari kelahiran kita akan sama setiap 17 tahun sekali.
            Kenapa kita sering menyebutnya dengan sebutan “Sweet Seventeen”? Mungkin banyak para orang tua yang sering merayakan hari ulang tahun special untuk anaknya ketika mereka mulai menginjak umur 17 tahun. Namun, karena itulah istimewanya. Hari kelahiran kita akan cocok setiap 17  tahun sekali.
                                                                                                -Jakoinchiwood-

Kamis, 22 Januari 2015

Best Memories


"Jangan berjalan didepan kami, berjalanlah disisi kami. Dan jadilah Jakoinchiwood sejati"

Jakoinchiwood 119



Prolog
Shanghai, China
            "Ayah, andaikan aku lulus ujian nanti... bolehkah aku melanjutkan kuliah diluar negeri?" Tanya Xiao pada Ayahnya dengan wajah yang penuh harap.
            "Kenapa tidak? Ayah menginginkan kau menjadi seorang Insinyur seperti Ayah kelak. Kau'kan lulusan SMK?" Jawab Ayahnya.
            "Tapi aku tidak tertarik dengan profesi itu Ayah.. aku lebih menyukai seni."
            "Terserah kau ingin menjadi apapun! Yang jelas, Ayah tidak akan membiayaimu kuliah jika kau tidak menuruti Ayah." Bentak Ayahnya.

3 Days later..
            Disiang hari yang lumayan hangat, terduduk dibangku taman kota yang tidak jauh dari rumahnya, sambil memandangi awan yang perlahan-lahan terbawa hembusan angin. Inilah kebiasaan si pemuda ini. Yaitu membuka jejaring sosial miliknya. Dengan hati yang kosong, tak ada harapan untuk soal biaya kuliahnya, akhirnya dia berbincang dengan salah satu teman yang ia temukan dijejaring sosial facebook.

Kim Dong Seok  sedang aktif

Nanren Xiang
Maaf, bolehkah aku menjadi teman curhatmu?

Kim Dong Seok
Hmm.. kenapa harus aku? Eh.. tapi yasudahlah aku juga sedang butuh teman yang bisa diajak kompromi

Nanren Xiang
Aku Nanren Meng Xiang, kau bisa panggil aku 'Xiao'. Kau?


Kim Dong Seok
Kim Dong Seok. Panggil aku 'Seok'. Jadi apa masalahmu?

Nanren Xiang
Masalahku sekarang antara keinginan orang tuaku, dan masadepanku. Mungkin aku membutuhkan saran bagaimana cara mengatasinya..

Kim Dong Seok
Memangnya, apa keinginan Ayahmu??

Nanren Xiang
Ia ingin agar aku menjadi Insinyur sedangkan aku ingin menjadi seniman. Oh ya, ngomong-ngomong darimana asalmu?

Kim Dong Seok
Seoul, Korea. Kau sendiri?
Nanren Xiang
Seoul? Korea?? Ohh jadi seama ini aku mempunyai teman yang berasal dari Korea?. Aku dari Shanghai. Senang berkenalan denganmu

Kim Dong Seok
Hmm.. -_-

Nanren Xiang
Baiklah.. nanti kita perbincangkan lagi.

                                                                                                            *          *          *
Osaka, Japan
            "Jadi kau sudah tahu keberadaannya??" Tanya gadis berwajah Japanesse ini kepada sang asisten.
            "Ya, menurut informasi yang saya dapat dia berada di Indonesia." Jawab asisten itu sopan.
            "Indonesia??!" Ucap gadis ini untuk memastikan.
            "H'm setelah kejadian itu, mereka sekeluarga meninggalkan Negara ini.." Jelas sang asisten.
Gadis ini tampak berfikir ia melirik kalender yang berada disebelahnya.
            "Menurutmu, kapan kita bisa kesana?" Tanya gadis ini sembari menatap sang asisten yang berada didepannya.
            "Mungkin... setelah kelulusan." Jawab sang sisten.
            "Baiklah, kau boleh keluar." Ucap gadis itu.
Sang asisten menunduk sopan, dan setelah itu ia keluar dari ruangan tersebut.
           
            Hime Sakuranomiya, seorang gadis Jepang yang tengah mengeyam pendidikan dibangku SMA. Bisa dibilang ia dari keluarga yang berkecukupan. Sang Ayah adalah seorang pengusaha yang cukup sukses di Jepang. Semua keinginannya pasti terpenuhi apapun itu, asal anaknya tidak meminta Jet pribadi saja. Namun, ada satu hal yang membuat dirinya belum tenang. Ia ingin mencari seorang pemuda mysterious yang telah menyelamatkan hidupnya beberapa tahun yang lalu. Dengan dibantu sang asisten pribadinya, mereka terus mencari keberadaan pemuda tersebut. Hime merasa, pemuda itu tak asing baginya. Namun, ingatannya tak cukup kuat untuk mengingat hal itu kembali.

Beberapa minggu kemudian...
            Hari yang ditunggu pun tiba. Hime akan berangkat ke Indonesia siang ini. Ia akan ditemani asisten pribadinya. Selama 6 bulan ini mereka telah mempelajari bahasa dan budaya Indonesia.

*Bandara
            "Untung kau memberi ide yang cukup bagus sebagai alasan." Ucap Hime sembari tersenyum pada asistennya sat memasuki ruang boarding. Sang asisten hanya membalas dengan senyuman. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak sang majikannya ini.

                                                                                                *          *          *
Casablanca, England
            Musim hujan, datang dan pergi. Seperti gadis berambut lurus nan dipadu dengan warna hitam kecoklatan ini. Dia terlihat tak ada sedikit-pun kecemasan yang tergambar diwajahnya ini. Meskipun pamannya sudah terlihat putus asa, mondar-mandir kesetiap Universitas di Inggris tetapi tetap saja, tak ada Universitas yang cocok dengan kemauan keponakan perempuannya ini.
            "Sudah kubilang paman, kau tidak perlu repot-repot mencarikan Universitas untukku. Lagipula, aku bukan anak lugu yang harus diantar setiap hari ke Taman Kanak-kanak. Aku sudah dewasa paman, jadi biarkan aku sendiri yang menentukan!" Ucap Ich dengan wajah yang agak kesal karena melihat pamannya yang mondar-mandir, kesana-kemari.
            "Yeah.. paman tahu, kau memang sudah dewasa. Tapi aku sebagai pamanmu sudah menjadi orang kepercayaan Ayah dan Ibumu. Dulu, saat kau masih berumur 7 tahun, mereka membuat perjanjian padaku bahwa akau harus menjagamu selama mereka berdua selesai mendirikan proyek di Berlin." Jawab pamannya meyakinkan.
            "Lalu kenapa paman begitu perhatian padaku dibandingkan dengan anak paman sendiri, dan sedangkan orang tuaku hanya memikirkan proyek mereka tanpa mempeduikan aku??" Tegas Ich sambi mengeluarkan air mata.
            "Mungkin maksud mereka bukan seperti yang kau bayangan Ich, mereka hanya ingin ku hidup mandiri. Mereka sayang padamu, seperti halnya aku. Lagipula.. orang tuamu'kan sudah berjanji, jika mereka sudah selesai mendirikan proyek di Berlin Ayah dan Ibumu akan bersamamu kembali seutuhnya." Jelas pamannya. "Baiklah Ich, jika kau ingin mencari Universitas sendiri yang lebih cocok dengan mu.. paman mendukungmu." Sambung pamannya dengan penuh perhatian.


Keesokan harinya...
            Pagi ini begitu dingin dan prakiraan cuaca juga sudah memprediksikan bahwa siang ini akan turun salju, karena memasuki pertengahan bulan April-Juni. Pagi ini Ich pergi ke kedai kopi sendirian tanpa teman-temannya. Tak lupa ia juga membawa gadget, mantel dan syal berwarna biru kesayangannya. Karena takut siang ini benar-benar akan turun salju.
            Sambil berjalan menuju kedai kopi, Ich mampir kesebuah toko buku yang tak jauh dari kedai tersebut. Ich melihat-lihat setiap buku yang berjajar rapi disebuah rak buku. Tak lama kemudian Ich menemukan sebuah buku yang berjudul "The Culture of Indonesian" Dari pada penasaran, Ich pun langsung membeli buku itu dan membawanya untuk dibaca di kedai sambil minum secangkir cappucino hangat.
            Sesampainya di kedai, Ich langsung memesan secangkir kopi hangat karena penasaran akan buku yang ia beli. Sambil duduk didekat kaca kedai sendirian, Ich membuka-buka buka buku itu dengan seksama. Dia membaca halaman demi halaman buku itu. Buku itu berisi tentang kebudayaan, keindahan, dan kekayaan negara agraris Indonesia. Sampai-sampai Ich terhipnotis oleh isi dari buku itu.
            Lembar demi lembar dia baca, tak terasa buku itu telah dikuasainya. Ich pun bertanya-tanya dalam hati 'Bagaimana jika aku tinggal di Indonesia, dan sekolah disana? Pasti menyenangkan! Tapi bagaimana dengan paman? Apakah dia setuju jika aku ke Indonesia?? Ahh..! Lagipula'kan aku sendiri yang sudah menentukan dimana sekolah yang cocok denganku. Diakan sudah menyerahkan keputusan kepadaku. Dan sekarang, keputusan ada ditanganku!' Ucapnya.

                                                                                                            *          *          *

Seoul, South Korea
            Awal musim dingin di Negara Gingseng ini membuat sebagian pendudunya malas untuk keluar dari rumahnya. Walau hari telah masuk petang, namun udara masih sangat terasa dingin menusuk tulang dada.
            Disebuah cafféé didaerah Gangseogu terduduk seorang gadis sedang menatapi butiran-butiran salju yang turun perlahan bagaikan kapas tertiup angin dengan tatapan muka yang kosong.
            "Park Hyun Hoon-ssi?" Ucap seseorang sambil menepuk pundak gadis itu dengan lembut. Spontan gadis itupun tersadar dari lamunannya dan mendapati seorang laki-laki yang ditunggunya 15 menit yang lalu.
            "Hyun..?" Tanya laki-laki itu dengan mulai khawatir.
            "Apa kau... sakit??" Sambungnya. Sementara gadis itu hanya menggeleng tanpa sedikitpun menoleh pada laki-laki itu.

            Keadaan mulai kembali hening bersamaan dengan banyaknya orang yang muai beraktivitas.
            "Apa Ayahmu menyuruh menjalankan perusahaan setelah kau lulus kuliah nanti?" Tanya laki-laki itu dengan mengikuti gadis itu memandang orang-orang yang ada diluar kedai. Lagi-lagi gadis ini hanya tersenyum sinis menandakan apa yang dikatakan laki-laki itu benar.
            "Sudahlah jangan khawatirkan aku, bahkan kedua orang tuaku juga tidak mengkhawatirkanku" Ucap gadis ini. "Lagipula.. aku sudah terbiasa hidup mandiri seperti itu. Aku juga sudah membuat perjanjian dengan Ayahku." Sambung gadis itu.
            "Mungkin begitulah cara mereka menunjukkan kasih sayang mereka. Mereka ingin kau tidak bergantung sepenuhnya terhadap uang. Mereka menginginkan kau menjadi gadis yang mandiri, kau tahu?. Kau itu putri satu-satunya yang mereka punya. Mana mungkin.. mereka tidak khawatir atau tidak menyayangimu?? Lalu, dimana nanti kau akan melanjutkan sekolah?" Tanya laki-laki itu yang semakin penasaran.
            "Hmm.. ditempat pertama kalinya Ayah dan Ibuku bertemu. Aku sangat ingin pergi kesana.. Indonesia" Jawab gadis itu tersenyum.
            "Indonesia?? Seperti apa tempatnya?" Tanya laki-laki ini.
            "Entahlah. Aku belum pernah kesana. Haya saja, dulu disaat aku masih balita, Ibuku bilang Indonesia adalah salah satu tempat yang penuh dengan beragam macam budaya, agama, bahkan bahasa. Hal itulah yang membuatku tertarik dan penasaran ingin pergi ke Indonesia. Makanya aku membuat perjanjian dengan Ayahku." Jelas Hyun. Laki-laki itu hanya menguap mendengarkan apa yang sahabatnya ceritakan.
            "Eumm.. aku sangat lapar. Bisakah kita memesan makanan? Ahh aku sangat ingin makan samgyeopsal" Gumam laki-laki itu.
            "Tapi.. kau tahu, aku tidak suka dengan makanan itu! Mm.. bagaimana kalau kita ke restaurant pasta saja?" Tawar Hyun dengan semangat.
            Lagi-lagi, Seok menceloteh kepada Hyun karena ketidaksukaannya dengan makanan yang berbahan dasar dari babi. Dengan sangat terpaksa, Seok masuk kedalam salah satu restoran pasta itu.
            'Sepertinya.. kau begitu senang hari ini? Sayang sekali, waktu kita hanya tinggal beberapa minggu lagi sebelum kau pergi ke Indonesia Hyun...' Bisiknya dalam hati.

                                                                                                *          *          *
Beijing, China
            Disuatu sekolah paling terkenal di China yaitu sekolah menengah atas jurusan ilmu pengetahuan terdapat seorang murid pandai bernama Nu Xing Mubiao atau sering dipanggil Bio, adalah seorang murid sekaligus anak dari pemilik dari sekolah itu sendiri.
            SMA 'Nu Xing Hyoon' adalah sekolah paling terfavorit di kota Beijing, China. Sehingga banyak siswa-siswi dari kalangan elite yang belajar menuntut ilmu disana. Bio mempunyai kepribadian anak yang cengeng, manja, pembuat masalah (jail) dan sifatnya yang keras kepala. Akan tetapi dia adalah anak sematawayang dari keluarga Nu Xing.

Suatu hari Bio mengobrol dengan keluarganya..
            "Ayah, apakah aku adalah anak Ayah?" Dengan nada bercanda.
            "Hmmm.. aku rasa bukan!" Ayahnya pun berbalik menggoda.
            "Apakah yang Ayah katakan benar??" Bio pun kaget.
            "Hhahaha.. kau itu anak Ayah Bio.." Sabil membelai rambutnya Bio.
            "Jika aku anak Ayah, bolehkah aku meminta sesuatu?"
            "Apapun itu!"
            "Kalau begitu.. bolehkah aku kuliah di Indonesia?"
            Pada saat Bio berbicara seperti itu, Ayahnya pun terdiam sejenak tidak merespon sama sekali. Bio pun memakluminya karena dia sadar kalau dirinya itu anak sematawayang kebanggaan keluarga Nu Xing. Karena selain berparas polos diapun sering sekali menjadi ahli penggoda sesuatu yang diinginkannya.

            Pagi itu Ayah dan Ibu Bio berunding untuk menjawab pertanyaan putrinya itu.
            "Apa kau rela melepaskan putri kita?" Tanya Ayah Bio.
            "Aku kurang yakin.. putri kita belum bisa berfikir dewasa walaupun usianya sudah dibilang 17 tahun ke atas." Jawab Ibunya. "Aku pun begitu.."


Di sekolah
            Bio sedang duduk disebuah tempat duduk ditaman sekolahnya. "Hey!" Tiba-tiba terdengar suara seorang pria dibaliknya. Bio pun tak menghiraukannya.
            "Nu Xing Mubiao si anak cengeng, manja dan sering sekali membuatku marah! Tengoklah kebelakangmu!!!" Cetus lelaki itu. Bio akhirnya berbalik badan dan betapa terkesimanya dia. Bio melihat sepupunya yang sering sekali dia jahili kembali bertemu. Kim Park Yeon adalah sepupunya Bio. Sepupu sedarah walaupun hanya berbeda keturunan, Yeon adalah sepupu yang paling dekat dengan Bio. Mereka berdua sering disebut pasangan yang serasi, karena keduanya menyukai Style dan sangat suka menjahili orang lain.

Dirumah keluarg Nu Xing.
            ".. Apakah kau yakin Bio dengan keputusanmu?" Ujar Ayahnya.
            "Aku yakin sekali Ayah.. karena aku ingin punya banyak pengetahuan disana.."
            "Apa??!" Yeon yang tak sengaja mendengar pembicaraan sontak kaget.
            "Kenapa kau? Seperti melihat kodok beranak saja, fyuhh!"
            "Yaaaah.. barusaja aku bertemu denganmu Xing.. kau sudah mau pergi ke.."
            "Jangan panggil aku dengan sebutan Xing, Xang, Xung seperti itu! Aku juga punya panggilan sendiri. Kecuali untuk seseorang yang lebih tua dariku mengerti!" Sontak Bio memotong pembicaraan Yeon dan seperti biasa, mereka sering berdebat.

            Bio melamun ditengah malam memikirkan kalau dia ingin tahu apakah gaya Indonesia itu modis atau sebaliknya. Harapannya setelah pergi ke Indonesia, Bio menginginkan bersekolah di Universitas jurusan tata busana versi Indonesia.
            Namun, lamunannya pun kabur dengan kedatangan Yeon dari Korea. Akan tetapi Yeon pun akhirnya ingin membantu Bio untuk kuliah di Indonesia.

2 minggu kemudian..
            "Selamat jalan Xing.." Yeon memberi sambutan selamat tinggal sambi melambaikan tangan.
            "Hei kau dasar kacang buncis! Berani-beraninya kau sebut aku dengan panggian itu lagi. Diamlah! Atau tidak aku akan menghajarmu dengan koperku!"
            "Ups.. maaf" Yeon menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
            "Berhati-hatilah disana putriku..Ayah akan selalu merindukanmu!" Ayah Bio memberi kata-kata terakhir sebelum Bio meninggalkan rumah.
            "Terimakasih Ayah.. aku sayang Ayah. Selamat jalan semua.. aku akan merindukan kalian.." Bio pun segera bergegas meinggalkan rumah dengan mencucurkan air mata.

                                                                                                *          *          *
Srinagar, India
            Musim kemarau membuat segala aktivitas terasa berat. Namun tak akan mematahkan kegiatan gadis berambut kepang ini. Rupanya ia sedang duduk manis sambil asyik memotret dengan ponselnya. Tak lama terdegar suara langkah kaki dari balik tempat dimana ia duduk. Ternyata.. dia hanya seorang pemuda yang tak asing baginya.
            "Hai Angelina?" Ucap pemuda itu.
            "Hai.. Nikhil. Ada apa kau kemari?" Angeli heran dengan sikapnya Nikhil tadi. Karena tidak biasanya Nikhil tiba-tiba menyapa.
            "Tidak ada.. aku hanya ingin mengantamu pulang saja." Nikhil sontak terdiam harus jawab apa. Akhirnya dia menemukan alasan yang tepat.
            Angeli menolak, karena ia masih ingin berada ditempat ini. "Maafkan aku Nikhil, aku masih ingin berada disini." "Ngomong-ngomong, apakah kau tahu dimana ada tempat yang berbau mystic?" Enyah mengapa akhir-akhir ini Angeli menyukai mistis dunia lain.
            "Aku rasa.. aku tahu tempat yang kau inginkan!" Nikhil semangat.
            "Benarkah? Dimanakah itu??" Angli sontak penasaran.
            "Akukan sipenjelajah internet. Jadi aku rasa aku tahu tempatnya! Tempatnya.. sebenarnya banyak di Indonesia jika kau mau."
            'Jauh sekali.. tapi aku penasaran' Gumam Angeli dalam hati.
            "Kalau begitu.. ayo kita pulang saja. Aku akan membicarakan hal ini pada Ayah" Angeli mengajak Nikhil untuk pulang bersamanya.

Tiba dirumah.
            Hatinya pun berdebar-debar karena takut Ayahnya tak menyetujui Angeli ke Indonesia. Akan tetapi mau tidak mau Angeli harus melakukannya demi mengobati rasa penasarannya. Dengan beraninya, Angeipun mencoba bicara baik-baik kepada orang tuanya.
            "Ibu, Ayah bolehkah aku bicara sesuatu??" Ucap Angeli pada Ayah dan Ibunya ketika bersantai diruang tengah.
            "Tentu sayang.. memangnya ada apa?" Jawab Ibunya.
            "Mmm... bolehkah aku kuliah di Indonesia bu?" Ucapan Angeli agak pelan.
            "Tetapi mengapa kau tidak mau di India saja? Apalagi di New Delhi kan banyak Universitas unggulan sayang.." Bujuk sang Ibu.
            "Tidak bu, aku hanya ingin kuliah di Indonesia saja. Apakah Ibu mengijinanku?? Aku mohon.." Angeli berlutut dikaki Ibunya.
            "Sayang.. Ibu tak bisa menolak permintaanmu. Apalagi, kau anak satu-satunya kesayangan Ibu kan?" Tampaknya Ibu Angeli menyetujui. "Kalau begitu, cobalah minta restu pada Ayahmu nak!"
            "Terimasih Ibu, aku sayang Ibu. Ummmaaa" Angeli senang Ibunya setuju ia kulih di di Indonesia. Akan tetapi dia masih merasa takut dan ragu harus bicar apa pada Ayahnya. Akhirnya Angeli pun Memberanikan diri menghampiri Ayahnya yang sedang duduk disofa sambil membaca koran.
            "Ayah, apa aku menggangumu?" Ucap Angeli dengan malu-malu.
            "Tidak sayang, memangnya ada apa?"
            "Apakah Ayah merestuiku jika aku kuliah di Indonesia?"
            "Angeli, Ayah tak tahu harus jawab apa padamu. Karena Ayah ta bisa menolak permintaan anakku yang cantik ini."
            "Benarakah? Terimakasih Ayah.." Angeli berutut dimatakaki Ayahnya.
            "Tuhan memberkatimu nak.. semoga kau panjang umur"

                                                                                                            *          *          *
                                                                         













         Begining Met
            Terlihat seorang pemuda berwajah Chinesse sedang menelusuri jalanan yang paling terkenal di kota Yogyakarta, 'Jl.Malioboro'. Dengan ditemani sebuah koper besar berisi banyak barang bawaan berwarna hitam, dia terus berjalan sambil membaca sebuah buku yang ia bawa. Saking seriusnya membaca, tanpa dia sadadari pula tiba-tiba dia hampir tertabrak oleh seseorang yang tengah bersepeda khas Jawa, sambil membawa sekeranjang telur bebek. Dengan keadaan jalan yang agak sempit dan jalan yang menurun, si pembawa telur ini tak sadar rem depan dan belakangnya tidak berfungsi karena ia lupa mengecek kedua remnya semalam. Entah karena putus digigit tikus, atau mungkin... entahlah itu urusan sepeda onthelnya dan Tuhanlah yang tahu.
            "Alhamdulillah.. Bosku ini tahu sajo apa harpan anakbuahnya yang paling rajin ini. Walaupun Minggu ini mataharinya gak bisa dikorting, tapi aku ora opo-opo. Sing penting sekarang Nyong mau ketemu ma jenengan yang paling.. ayu.." Pemuda Jawa ini masih terus saja berceloteh tanpa memperhatikan keadaan jalan yang sedang dilewatinya.
            Tiba-tiba "Astagfirullah hal'adzimmmm.. walah!! Kok ini sepeda kaya ada yang dorong ya." Ucapnya dengan expresi panik. Ternyata dia baru menyadari bahwa jalan yang sedang ia lalui menurun. Dan pada saat yang tak terduga itu pun, dari arah yang berlawanan seorang pemuda Chinesse dengan membawa sebuah koper dan sedang membaca buku itu akan melewati jalan itu juga.
            "E-e-e-ehhh.. minggir mas, minggir minggir!!!" Teriaknya pada pemuda yang berada didepannya. Si pemuda ini mana mengerti apa yang laki-laki itu bicarakan, karena bahasa Indonesia yang ia pelajari belum lancar dan fasih.
            "Eh mas! Koe budek apa?! Minggir mas.. awass.." Teriak pemuda pembawa telur ini sambil marah-marah. Si pemuda Chinesse ini hanya meongo dan diam saja karena tidak mengerti apa yang ia bicarakan. Pemuda ini rupanya baru mengerti apa yang sebenarnya, sontak ia langsung menghidar dari laki-laki si pembaw tersebut. Tak lama kemudian.. "Brruugg!! Walaah.. telur-telur cantikku ini. Hey mas! malah bengong kaya patung pancoran saja. Bukannya dibantu apa.." Bentaknya sambil memunguti telur-telur bebek yang jatuh. Sebagian pecah karena sepeda onthelnya menabrak tiang listrik ketika akan berbelok. "Uppss.." Pemuda ini menutup mulutnya dengan buku yang dipegangnya.
            Si pemuda Chinesse ketakutan oleh bentakan laki-laki itu. Pemuda  Chinesse pun langsung melarikan diri dan menyeret kopernya yang lumayan berat karena berisi pakaian.
            Selang beberapa waktu kemudian setelah insident itu terjadi, terdengar suara langkah kaki dari belakang oleh sipemuda pembawa telur ini. Sipemuda Jawa yang masih memaki-maki walaupun orangnya tidak ada, rupanya tak mempedulikan sekitar. Suara itupun mendekat tepat dibelakangnya. Akhirnya pemuda inipun mengalah. Diapun menoleh kebelakang.
            Pandangan pertama yang belum pernah ia lihat sebelumnya karena kehadiran seorang gadis manis bermata sipit, tinggi, berambut panjang tipis sambil membawa koper merah besar. Sipemuda Jawa ini menatapnya dari bawah sampai ujung rambut gadis itu. Iapun ketulah omongannya sendiri saat memaki seorang pemuda tak bersalah yang hampir tertabrak olehnya.
            Tak sepatah katapun yang dikeluarkan gadis ini, diapun lagsung membantunya menarik sepeda yang terjepit diantara celah kedua tiang listrik. Sementara gadis ini sigap membantu, bukannya mengucapkan terimakasih, dia malah asyik memandangi gadis itu.
            "Hello..? Are you allright??" Ucap gadis ini sambil melambaikan tangan didepan wajah sipemuda Jawa itu.
            "Hah?? Ngomong opo cah ayu ini? Cantik-cantik kok bahasanya aneh.." Ucap pemuda ini denhan keheranan. Gadis itu lupa seharusnya dia menggunakan bahasa Indonesia.
            "Maaf.. apa kamu.. baik-ba..ik saja?" Tanya gadis ini dengan bahasa yang dipaksakan dan terputus-putus.
            "Eh.. i-i-ya, saya tidak apa-apa non. Tuh.. saya nggak kenapa-kenapa kan?? Ya kan?" Jawab sipemuda Jawa ini dengan gugup.
            "It's ok." Jawab gadis itu dengan singkat dan langsung pergi meninggalkan sipemuda ini. Sipemudapun langsung mengejar gadis itu untuk berterimakasih.
            "Tunggu.. tunggu dulu non!" Teriak sipemuda sambil menuntun sepedanya.
            "Yes?" Gadis inipun menghentikan langkah kakinya
            "Mmm.. maaf non, bahasa Inggris saya belum lancar. kamus saya juga sudah dikasih ke tetagga buat bungkus gorengan."
            Gadis inipun bingung harus menjawab apa, diapun melanjutkan langkah kakinya karena tidak tahu mengerti apa yang pria ini bicarakan. Sementara itu, seperti tak kehabisan akal sipemuda itupun mengikutinya sambil mengayuh sepeda dan berhenti didepannya. Gadis inipun berhenti hingga yang kedua kalinya.
            "Stooooopp! Oh ya non, namanya siapa?" Tanya pemuda ini.
            "Nama?" Jelasnya.
            "Iya, nama!" Jawabnya dengan kepo.
            "Hyun Hoon."
            "Apa? Ayunan? Kok cantik-cantik namanya aneh sih? Apa nggak ada..."
            "HYUN HOON!" Potong gadis ini dengan muka merah karena kesal, barusaja bertemusudah menjengkelkan.
            Pemuda inipun kaget dan rupanya dia telah membuat gadis ini marah. Dan gadis itupun pergi tanpa menoleh kebelakang.
                                                                                                *          *          *

            Hari itu memang hari terburuk bagi seorang pemuda Chinesse. Sudah hampir ditabrak seorang pemuda berbelangkon, ditambah makinnya juga. Tak tahu ia harus melangkah kemana lagi, dan akhirnya dia bertanya kepada seorang perempuan yang sedang menjemur pakaian.
            "Hmm.. permisi, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Tanya pemuda ini dengan gaya bicara Tiong hoa.
            "Oh ya. Silahkan duduk dulu. Maaf tempatnya agak kotor, biar aku bersihkan dulu sebentar." Ucap gadis ini dengan ramah.
            "Tak apa, lagipula aku hanya bertanya...... apa kau tahu dimana aku bisa mendapatkan tempat tinggal semacam rumah sementara?"
            "Maksudmu kos-kosan?"
            "Mm.. ya! Mungkin semacam itu?"
            "Wah kalau begitu kebetulan ibu saya seorangpemilik kos-kosan. Tapi saya harus cek terlebih dahulu, apakah ada kamar yang masih kosong. Itu sih kalau kau tak keberatan."
            "Tidak nona, berat badanku hanya 53 kg. Mana mungkin aku obesitas??!" Tampaknya, sipemuda ini salah tangkap.
            "Bukan, maksudku itupun jika kau mau?" Gadis ini menjelaskan.
            "Baiklah, aku harap begitu."
            "Oh ya, kita belum berkenalan. Siapa namamu?" Tanya Santi.
            "A-aku Nanren Meng Xiang. Kau bisa panggil aku Xiao. Dan kau?"
            "Aku Susanti, panggil aku Santi." Sambil menjabat tangan.
            Entah mengapa sipemuda tiba-tiba Xiao ada yang merasa aneh dengan dirinya. Perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, tiap kali dekat dengan seorang perempuan. Ia merasakan denyut jantungnya kini berdebar begitu kencang dari biasanya. Ada apa dengan Xiao?

                                                                                                *          *          *

            "Loh kok marsmallow ku tinggal dua?!" Ucap gadis bermata sipit dan cabi ini. "Padahalkan tadi masih banyak..!" Sambungnya sambil merogoh kedalam tasnya.
            "Aku rasa, kau memang menghabiskannya.." Ucap sang asisten sambil menahan tawa melihat tingkah anak majikannya itu.
"Kalau boleh aku saran, tak seharusnya setiap beberapa detik sekali kau memakannya. Aku hitung saja, kau sudah menghabiskan lima bungkus marsmallow dalam sepuluh menit. Ck..ck..ck tak kusangka" Sambung asistenya.
            Gadis ini hanya terdiam menyadari kesalahannya. Sambil mengunyah marsmallow, ia melihat-lihat sekeliling jalanan Malioboro di kaca mobil. Saat ia melihat jalanan yang ramai, matanya pun tertuju ke sebuah toko coklat. Ketika mobil hampir melewati toko itu, segera gadis inipun menghentikan supirnya tiba-tiba. Sontak, si asisten dan supirnya pun terkejut dan hampir terlempar kedepan. Apalagi supirnya. Untung indra pendengaran dan mentalnya masih kuat.
            Mobilpun berhenti ditempat parkir dan segera, gadis ini pun tanpa basa-basi langsung keluar dan menghampiri toko tersebut.
            "Hime, kau mau kemana? Jangan terlalu terburu-buru, nanti kau tersandung...!" Teriak asistennya ketika masih didalam mobil.
            "Aku mau kesana. Membeli coklat. Kau mau ikut? Jika tidak tunggulah dimobil. Dan jangan menelponku jika aku lama didalam." Tegasnya.
            Akhirnya sang asistenpun menyerah dan terpaksa mengikutinya kedalam toko.

Didalam toko...
            Saat tiba didalam, gadis ini langsung mengedarkan pandangannya keseluruh bagian toko. Wajahnya terlihat seperti ibu-ibu yang mendapatkan undian berhadiah. Sampai-sampai pengunjung yang sedang berbelanjapun berdesas-desus karena tingkah lakunya. Ditambah lagi mereka juga bingung apa yang gadis ini bicarakan.
            Hampir 46 menit sudah Hime dan asistennya berada didalam toko. Sambil melihat coklat yang berwarna-warni. Tiapkali Hime melihat coklat yang menarik, diapun mengambilnya. Namun Hime selalu membatalkannya karena ia melihat coklat yang lebih menarik.
            "Mm.. maaf Hime aku tunggu diluar saja. Sementara kau memilih coklat yang kau inginkan. Aku agak lelah, kau bisa menelponku jika kau sudah selesai belanja." Ucap asistennya dengan rag-ragu.
            "Baiklah kau boleh tunggu dimobil." Jawab gadis ini sambil sibuk memilih-milih coklat yang menarik. Kini Hime pun bisa dengan leluasa memilih coklat yang enak-enak.

15 menit kemudian..
            'Waah.. semuanya terlihat enak. Apa aku harus membeli semuanya?' Hime kebingungan sambil bergumam menggunakan bahasanya. Dan pada saat ia kebingungan pun, ada sesuatu yang membuatnya terselamatkan.

Beberapa saat kemudian.
            "Tok! Tok! Tok!" Gadis ini mengetuk kaca jendela mobil. Asisten dan supirnya terbangun karena Hime mengagetkan mereka yang sudah mengantuk.
           "Hey.. buka pintunya aku mau masuk..!" Teriak Hime yang maih berada diluar. Sang supir membukakan pintu.
            "Apa kau sudah selesai? Apa yang kau beli? Jangan katakan kau membeli semuanya ya!" Tanya sang asisten.
            "Tidak juga. Aku hanya membeli ini.." Jawabnya sambil mnunjukkan beberapa bungkusan yang tak aneh lagi baginya kepada sang asisten.
            Sang asisten hanya bisa menahan amarah dengan mengusap dada.
                                                                                                *          *          *

            "Halo?"
            "Halo, paman. Ini aku Ich. Aku sudah tiba di Indonesia beberapa jam lalu. Maaf, aku tidak segera mengabarimu"
            "Oh syukurlah... paman lega. Bagaimana kabarmu?"
           
"Tak begitu buruk sekarang. Saat ini aku sedang mencari tempat tinggal sementara. Maaf paman nanti aku telpon lagi. Bye" Click.
            "Baiklah, jaga kesehatan Ich."
            Ketika sedang menelusuri jalan dengan terburu-buru karena sudah sore, Ich tak sengja menyenggol sseorang yang juga sedang terburu-buru.
            "Hey!" Ucapnya bersamaan.
            Merekapun bertabrakan dari arah yang berlawanan. Dan koper yangmereka bawapun tersangkut satu sama lain. Merekapun sibuk dngan barang-barang bawaan mereka, hingga orang-orang yang ingin lewatpun terhalang oleh mereka berdua.
            Tiba-tiba datang seorang yag tak diundang menolong mereka berdua. Seorang pemuda bertubuh tinggi, berambut hitam berponi hampir sebagian matanya pun tertutup oleh rambut lembutnya.
            “Kalau boleh tau, ada apa ? Kenapa kalian menghalangi jalan ?” Kata sang pemuda sambil memungut barang- barang mereka yang jatuh.
            “Koper kami tersangkut” Jawab seorang gadis yang tak sengaja Ich senggol
            “Biar ku bantu”
            “Terimakasih”
            Setelah selesai membereskan barang- barang yang jatuh, si pemuda ini pun langsung pergi sambil memakan permen karet.
            “Tunggu !” Teriak Ich sambil berdiri setelah membereskan barang-barangnya. Pemuda itu pun berhenti dan menoleh kebelakang.
            “Ya ?”
            “Ngomong- ngomong terimakasi atas bantuanmu” Ucap Ich sambil menghampiri pemuda tersebut.
            “Siapa namamu ?” Sambung gadis dibelakangnya
            “Namaku Akane.” Jawab pemuda tersebut sesaat sebelum ia pergi sambil mengunyah permen karet yang ia makan.
            “Aku Ich…!” Ucapnya sambil berteriak karena pemuda tersebut telah menjauh.
            “Hey, kemarilah” Ich tersenyum pada gadis yang berada dibelakangnya
            “Duduklah disini” Sambungnya sambil mempersilahkan duduk didekat sebuah toko yang kebetulan ada kursi yang menganggur.
            “Terimakasih”
            “Sepertinya, kau bukan orang Indonesia ? Maatamu sipit, kulitmu putih, dan gaya bicaramu juga berbeda dengan orang Indonesia. Lalu kau juga membawa koper. Memangnya kau dari mana ? Dan mau kemana ?” Tanya Ich dengan panjang lebar plus kali tinggi.
            “Ya, kebetulan aku dari Seoul. Dan kenapa aku membawa sebuah koper..? Itu karena..aku dan ayahku membuat sebuah `perjanjian`“ Jawabnya dengan agak samar saat mengatakan kata “perjanjian’
            “Oooh…Baiklah. Aku Ich, aku dari Inggris. Siapa namamu ?”
            “Park Hyun Hoon”
            “Apa ?! “Park” ?”
            “Tidak- tidak…Itu hanya semacam marga di Korea. Bukan berarti “Park” ( Taman )” Tegas Hyun Hoon
            “Panggil saja aku Hyun” Sambungnya. Ich hanya mengangguk tanda mengerti.
            “Oh ya, kau mau kemana ?”
            “Entahlah..Tapi sekarang ini aku sedang mencari sebuah tempat tinggal sementara yang tak jauh dari universitas disini. Kau ?”
            “Wah..Kebetulan sekali, aku juga sama sepertimu. Hhhmmm…bolehkah aku ikut denganmu ?”
            “Tentu saja. Aku juga butuh seorang teman disini.” Ucap Hyun sambil melirik jam tangannya.
            “Ya ampun ! Sekarang sudah pukul setengah empat sore. Jika kita tak segera mendapatkan tempat tinggal, kita tidur dimana ?” Hyun tersadar bahwa kini hari sudah sore dan hampir lupa kalau ia sedang mencari tempat tinggal, karena terlalu asyik mengobrol dengan teman barunya.
            “Kalau begitu, sekarang kita cari bersama saja”
            “Ya, kau benar”
*          *          *

            Hari buruk Xiao teredam oleh seorang gadis yang manis dan tak pernah ia lihat sebelumnya. Gadis itu bagaikan seorang putri paling paling cantik yang baru saja ia lihat.
            “Xiao, apa kau merasa ada yang aneh dariku ?” Tanya Santi
            “Tidak tidak” Xiao pun merasa malu dan seketika wajahnya berubah seperti kepiting rebus, dan senyum senyum sendiri.
            “Ngomong- ngomong dimana tempat kos itu ?”
            “Sabar, nanti kita sampai”
            “Tapi…kepalaku terasa pusing, aku belum pernah menaiki kendaraan yang ditarik hewan ini. Badanku seketika kedepan, belakang, kanan, dan kiri. Apakah jalannya ? Atau hewan ini tidak punya hati nurani ?” Ucap Xiao yang merasakan naik delman
*          *          *
Keraton, Yogyakarta
            Terlihat seorang gadis sedang duduk dibawah pohon dekat Keraton. Seketika itu dia terlihat melirik jam yang melingkar ditangan kirinya. Rupanya dia sedang menunggu seseorang yang dinantinya 15 menit yang lalu. Beberapa menit telah berlalu, dan seseoran yang ditunggu nya tak kunjung datang.
            “Astaga…! Sudah pukul 4 sore dan dia masih belum datang juga !!!” ucap gadis itu dengan kesal.
            “Lebih baik aku mencari tempat tinggal untuk sementara. Tapi… perurku ini sudah mulai mengamuk.” Lanjutnya sambil memegang- megang perutnya yang suda mulai terasa lapar. Tanpa disadari olehnya ternyata ada seorang pemuda yang terus memperhatikannya.
            “Hai nona..kenapa kau disini ?” tanya pemuda itu
            “Ups, maaf aku sedang kelaparan, tetapi aku tidak tahu dengan tempat ini.” Jawab gadis ini dengan menggunakan bahasa mandarin yang fasih.
            “Hah…?” pemuda tersebut melongo dengan mulut terbuka lebar.
            “Nona kau…kau dari planet mana ?” tanya pemuda itu

           
            “Aku tak menegrti bahasa mu” kata gadis yang berada dihadapannya dengan menggunakan bahasa inggris yang belum lancar.
            “Begitu pula aku” balasnya dengan menggunakan bahasa yang sama, namun lebih lancar.
            “Ya sudah…apa yang kau tunggu sana pergi, hush…hush…” ucap gadis tersebut mengusir pemuda yang baru ia kenal, bak mengusir kucing ataupun ayam. Akhirnya pemuda tersebut berlalu dari hadapan gadis itu.

Selang beberapa menit…
            “Astaga…!!! Bodohnya aku…kenapa aku tadi tidak menanyakan soal makanan dan tempat tinggal disini ?!?!?!” gadis tersebut menyadari kebodohannya, dan merutuki dirinya sendiri. Gadis itu mencoba melihat- lihat kedai yang ada disekitarnya. Matanya tertuju pada sebuah kedai yang bertuliskan “Kedai Mas Murni” dengan sebuah gambar koki bertubuh gempal sambil memegang mangkuk.

Didalam kedai…
            “Wah indah sekali…dan aromanya pun sangat sedap” gumam gadis tersebut sambil mengagumi arsitektur didalam kedai yang sebenarnya lebih pantas disebut ‘Restoran’. Ia langsung menghampiri daftar menu makan yang terdapat dibelakang meja kasir. Di menu itu tertulis :
            Makanan :                                           Minuman :
-          Nasi Putih                               - Air Putih
-          Sop Ekor Sapi             - Air Teh
-          Ayam Goreng                          - Aneka Jus
-          Ayam Bakar                            - Dll
-          Dll
Gadis tersebut memilih ‘Dll’ sebagai menu makanannya. Menurutnya ‘Dll’ adalah menu utama di restoran tersebut.

            “Aku pesan ‘Dll’ “ serunya pada pelayan yang berada dibelakang meja kasir.
            “Apa mbak, ‘Dll’ ?” pelayan itu keheranan
            “Sudahlah, cepat buatkan aku Dll ! Aku sudah sangat lapar !” ucapnya dengan sedikit nada tinggi. Rupanya gadis tersebut sudah tak sabar.
            “Baik, silahkan duduk.” Kata pelayan tersbut dengan sopan. Gadis itupun akhirnya memilih tempat duduk yang ia rasa nyaman.
            Setelah menuggu cukup lama, makanan pun siap dihidangkan.
            “Ini mbak pesanannya, silahkan dinikmati..” ucap pelayan itu sambil menaruh beberapa piring berisi makanan
            “Simpan saja dulu, aku sedang sibuk.” Ucapnya sambil memainkan hanphone putih miliknya. Pelayan itu hanya mengangguk sopan. Setelah ia puas memainkan handphonenya dan hendak makan ia terkejut saat melihat makanan yang ada.
            “Astaga…! Apa- apaan ini ? Banyak sekali ! Siapa yang memesan ini semua ???” Gadis itu menjerit kaget, sampai- sampai semua orang direstoran itu keheranan melihat tingkah gadis tersebut. Seorang pelayan menghampirinya.
            “Maaf, ada apa mbak ?” tanya pelayan tersebut dengan sopan
            “Siapa yang memesan makanan sebanyak ini ?” gadis ini malah balik bertanya
            “Tadi, mbak yang bilang ingin pesan ‘Dll’ “
            “Apa ??? Tidak…itu tidak benar. Aku hanya memesan menu utamanya saja, yaitu ‘Dll’ “ Gadis itu mencoba membela diri. Pelayan yang melayani nya hanya tersenyum menahan tawa.
            “Bukan, menu utama disini adalah ‘Sop Ekor Sapi’ bukan ‘Dll’. Mbak sudah memesan ‘Dll’ yang artinya ‘Dan lain-lain’. Dan artinya mbak harus memakannya” jelas pelayan tersebut.
            Apa boleh buat, gadis berparas chiness ini dengan berat hati harus memakan semua makan yang telah dipesannya.

*          *          *


            “Aduh…aku pusing sekali.” Xiao merasakan mual diperutnya
            “Sudah sampai, ayo turun.” Santi pun turun dan Xiao mengikutinya dari arah belakang.
            “Apa ada toilet yang dekat disini ?” tanya Xiao yang sudah tak tahan dengan mual yang menyerangnya
            “Ada, kamu tinggal lurus…nanti ada persimpangan kamu ambil jalan yang kekiri, terus lurus, belok kanan, lalu belok kiri. Ada bangunan semacam kontrakan , nah masuk gerbangnya gak dikunci, dan dibelakang sekolahnya, turun…ada semacam tangga kecil dan dari situ pasti terlihat ada tulisan ‘WC Umum’ nah disitulah toiletnya” jelas Santi dengan panjang x lebar x tinggi.
            “Apa ?!?!” Xiao pun yang tadinya merasa mual kini bertambah mual karena mendengar penjelasan Susanti.
            “Lebih baik aku muntah disini saja” lanjut Xiao yang menyerah lebih dulu.

*          *          *
            Gadis ini tidak bisa menghabiskan semua makanannya
            “Aduuh…aku kenyang sekali.” Ucapnay. Tiba- tiba datanglah seorang pemuda dan menghampiri mejanya.
            “Hey…kau sedang apa disini ?” sapa plus tanya pemuda ini
            “Sedang menjahit…ya sedang makanlah, suadah tau dihadapanmu ini banyak makanan” jawab gadis ini kesal, disaat perutnya kekenyangan masi ada pemuda yang bertanya kepadanya.
            “Oh…dan kenapa kau tak menghabiskannya ?” tanya pemuda tersebut sambil berusaha menatap wajah gadis ini
            “Kenyang tahu…” jawabnya dengan malas
            “Lagipula kau memesan makanan sebanyak ini.” Ujar pemuda itu sambil pergi ke kasir, dan tak lama kemudian ia datang lagi menghampiri gadis tersebut.
            “Namaku Sandalio, kau bisa memanggilku Lio. Siapa nama mu ?” tanya ‘Lio’ pemuda yang baru saja memperkenalkan dirinya.
            “Nu Xing Mubiao, panggil saja aku Bio. Ya sudah aku akan pergi ke kasir untuk membayarnya dan langsung pergi mencari tempat tinggal sementara.” Jawab wanita itu sambil beranjak pergi.
            “Tidak usah kau bayar lagi,, ayo pergi saja aku punya tempat kos-kos’an di daerah ini. Mmmm tapi itu bukan milikku tapi milik Bu Gotik.” Jelas Lio sambil menarik tangan Bio dan bergegas pergi.
            “Tunggu dulu! Jangan bilang kau yang bayar ini semuanya?!” Bio curiga.
            “Sudahlah jangan berpikir yang tidak tidak. Lagi pula restaurant itu adalah langgananku, jadi tak masalah pemiliknya pun juga mengenal baik aku”
            “Kita naik delman saja ya?” Ajak Lio.
            “Delman? Yasudah dari pada harus jalan kaki.” Bio menyerah akhirnya mereka berdua pun setuju naik delman.

*  *          *

Terlihat seorang wanita berpakaian sari yang sedang menuruni escalator disebuah mall di tengah kota.
“Aku harus beli apa lagi? Makanan sudah, pakaian pun sudah.. huufft” Wanita itu bergumam sendiri memakai bahasa Hindi sambil memeriksa barang bawaannya dan tak memperhatikan jalan. Dari arah yang berlawanan pun seorang gadis sedang berjalan agak terburu-buru. Dan mereka pun menyenggol satu sama lain, barang-barang bawaan mereka pun berserakan dilantai.
“Eh mbak maaf” Gadis ini langsung membereskan barang-barang yang berserakan dilantai.
“Shukriya.” Seru wanita ini dengan menggunakan bahasa Hindi.
“Maksudmu?”
“Mmm apa kamu baik-baik saja?” Wanita ini mencoba berbahasa Indonesia.
“Iya aku baik-baik saja. Siapa namamu?”
“Nama?” dia tampak berpikir. “Nama..ku Angelina. Panggil aku Angeli. Dan kau?”
“Aku Arikha Rere, kau boleh panggil aku Rere.” Jawab Rere sambil menjabat tangan angeli.
“Apa kau tahu dimana aku bisa mendapatkan tempat tinggal?”
“Ya. Sepertinya aku tahu. Ibuku punya sebuah kos-kos’an yang tak jauh dari sini. Tapi.. agak sdikit mistis.” Rere mulai menakuti angeli.
“Mistis? Maksudmu apa disana ada banyak hantu???” Terlihatlah watak Angeli yang sebenarnya ia sangat menyukai hal-hal yang berbau mistik.
“Yup! Kau akan mengetahuinya setelah kau tiba disana nanti.”
“Akan aku persiapkan!” “Maukah kau mengantarku?” Sambung Angeli.
“Tentu. Kita harus naik angkutan umum untuk sampai di kos-kos’an.”

Selang beberapa menit mereka mendapatkan kendaraan yang siap mengantarkan pelanggan.
            “Mas liren.” Rere menghentikan angkot dengan bahasa Jawa yang kental. “Ayo cepat naik!.” Rere yang masuk pertama, sedangkan Angeli belum dapat naik karena barang-barangnya itu terlalu banyak. Sopir angkot pun tak menyadari dan angkot ini pun tiba-tiba saja beranjak pergi. Hanya barang-barang Angeli saja dan Rere yang terbawa, sementara Angeli tertinggal.
            “Hei tungguuuu… Hei!” Angeli berusaha lari mengejar angkot itu, tetapi saying angkot itu melaju dengan kecepatan tinggi sehingga Angeli mengeluh dan berharap akan menemukan Rere.

Selang beberapa menit.
            “Eh mas mas! Teman saya mana yo?” Rere menepuk punggung sopir angkot itu.
            “Mana saya tahu non. Bukannya sudah naik semua?”
            “Astagfirullahaladzim.. Jangan-jangan dia ketinggalan lagi. Waduh gimana ini????” Rere makin panic.
            “Oh.. yang tadi wajahnya kaya orang India bukan non?”
            “Iya..”
            “Oh pantesan non. Nnyong  kira tadi cuman ngebantu naikin barang-barang non.”
            “Yo uwis.. turun disini saja mas.” Rere turun pas didepan kos-kosa’an Bu Gotik dan berharap Rere akan menemukan kos-kosa’an Bu Gotik.

*        *          *

            Xiao pun menanyakan tempat kos-kosa’an yang dijanjikan Santi.
            “Ngomong-ngomong apakah masih jauh?” Tanya Xiao.
            “Itu didepan sana.” Santi menujukkan kea rah warung kecil-kecilan.
            “Aku tanya dimana tempatnya bukan warung itu.” Xiao bingung.
            “Maksudku disebelah warung yang itu.”
            Kebetulan Ibu Gotik sedang berada dipan kos dan merekapun dating hingga mengagetka Bu Gotik.
            “Assalamu’alaikum Bu.”
            “Ehh walaikumsalam. Lho.. ini sopo toh?”
            “Oh ini.. gak penting lah Bu. Ada tempat yang masih kosong ndak Bu?”
            “Ya ada lah ndo. Memangnya buat sopo toh?”
            “Ya ini lah Bu.. masa buat mas Jono.”
            “Oh… dikira ini pacar kamu toh.”
            “Ah si Ibu bisa saja.” Santi tersipu malu sambil melirik Xiao.
            “Yo wiss.. silahkan masuk.” Ibu Gotik pun mempersilahkan dan menunjukkan kamarnya.

Beberapa saat kemudian setelah Xiao mendapatkan kamarnya.
            “Xiao, kini kau tak membutuhkan ku lagi kan? Sekarang kau sudah mendapatkan tempat tinggal. Aku pulang dulu saja karena masih banyak pekerjaan dirumah.” Saanti berpamitan kepada Xiao yang tengah melihat-lihat kamarnya.
            “Tunggu dulu. Aku ingin mengucapkan banyak-banyak terimakasih padamu karena elah membantuku dengan senang hati hingga sampai ditemat tujuan. Aku tidak pernah punya teman yang sangat baik sepertimu. Hmm.. atas gantinya, kau boleh minta apapun dariku. Apapun itu aku akan kabulkan.”
            “Sebelumnya terimakasih banyak. Tapi mungkin suatu saat aku akan membutuhkanmu. Baiklah aku pulang dulu. Sampai bertemu lagi Xiao.”

*  *          *

            Setelah berputar putar mencari kos-kos’an akhirnya Hime dan asistennya pun menemukan kos-kos’an yang terlihat ada tulisan ‘Kos’an Bu Gotik’ disebuah pagar tanaman. Asistennya segera bertanya kepada salah seorang wanita yang sedang keluar dari salah satu pintu kos. Pikir asisten itu bahwa wanita ini adalah pemilik kos’an itu.
            “Permisi.. apakah masih ada tempat yang kosong disini?”
            “Tentu ada. Mari masuk.”

“Nah ini kamarnya.” Bu Gotik menunjukkan ke sebuah kamar yang tak terlalu luas.
“Oh baiklah terimakasih. Hime apakah kau tertarik?”
“Terserah kau sajalah lagipula hari sudah tampak mulai gelap.” Jawab Hime tanpa basa-basi.

Didalam kamar.
            “Syukurlah akhirnya kita bisa istirahat disini.” Seru sang asistennya sambil merebahkan diri disebuah kursi.
            “Aku mau tidur sebentar, sementara kau bereskan barang-barang ku dulu.” Hime tak mau kalah ia pun menyuruh asistennya membereskan barang-barang.
            ‘Pantas saja dia cabi, sudah makan tidur, sudah makan tidur. Ck ck ck…’ Ledek sang asistennya dalam hati.
*  *          *

             Dari dua Negara yang berbeda namun hanya satu tujuan mereka. ‘Mencari tempat tinggal’ sekarang waktu menunjukkan pukul 5 sore kurang, hingga akhirnya kedua gadis ini tiba disebuah gang dan kebetulan ada seorang wanita paruhbaya sedang lewat.
            “Hyun kebetulan sekali ada orang lewat sini, bagai mana jika kita tanya ibu itu? Aku rasa kita tersesat karena dari tadi kita hanya berkeliling-keliling ditempat ini saja.” Bisik Ich yang sambil menekuk lutut karena lelah berjalan.
            “Aku setuju. Sudah beberapa kali kita melewati jalan ini namun baru kali ini aku sadar..” Jawab Hyun sambil menengok kanan dan kiri melihat jalan yang telah dilaluinya.
            “Mmm.. permisi bu, apakah ada sebuah tempat tinggal sewaan terdekat dari sini?” Hyun yang biasanya tersenyum sinis sekarang senyumannya dipaksa lebar-lebar karena Ich mencubit pinggang Hyun untuk memaksanya bertanya.
            “Oh tentu, memangnya non-non yang ayu ini dari mana?” Wanita paruhbaya ini menatap Hyun dan Ich dengan aneh.
            “Aku dari Korea dan dia temanku dari Inggris. Apakah kau bisa menunjukkan nya segera pada kami?” Hyun sedikit kesal karena ia ingin ceat-cepat beristirahat.
            “Oooo.. non tinggal lurus, lalu ada gang kecil dan didepan gang itu tertera sebuah plang bertuliskan ‘Kos’an Bu Gotik’. Setahu saya itu yang terdekat dari sini non.” Wanita ini menjelaskan.
            “Baiklah terimakasih bu.” Kini Hyun tersenyum manis tanpa paksaan.

7 menit kemudian…
            “Hey Ich, aku rasa ini tempatnya. Lihat saja plang yang ada tulisan itu.” Hyun menghentikan langkah mereka berdua dan menunjuk kesebuah plang yang bertuliskan ‘Kos’an Bu Gotik’.
            “Fyuuuhhh akhirnya aku bisa istirahat juga nanti. Sebelumnya tunggu dulu jika hanya tersisa sat kamar saja bagaimana?” Tanya Ich sambil memastikan.
            “Kau sadar tidak?! Kita ini perempuan bukan? Jadi walaupun hanya tersisa satu kamar tdak akan jadi masalah. Kau boleh satu ruangan denganku.”
            “Benarkah? ‘Aku harap tidak’ Baiklah aku pegang omongan mu. ‘Semoga saja masih banyak kamar yang kosong’ “ Ich mengancam dalam hati.

*       *          *

            Sore ini mungkin hari keberuntungan untuk seorang pemilik kos-kos’an sebab kamar-kamar yang kosong sudah terisi kembali satu persatu. Tak lama ketika sedang merasa bahagia, Bu Gotik sipemilik kos-kos’an didatangi oleh dua orang perempuan asing.
            “Permisi apakah ini kos-kos’annya Bu Gotik?” Tanya seorang gadis yang tampak lelah sudah berjalan jauh.
            “Si non tepat sekali! Saya sendiri lho yang punya.” Seperti biasa gayanya Bu Gotik ‘Mengibaskan kipasnya’ walaupun tidak panas.

            “Ich kita tidak salah orang’kan?” Hyun berbisik ke telinganya Ich.
            “Diamlah dulu kau ingin cepat berbaring atau pulang ke Korea hah?!” Ich menginjak sepatu Hyun. Hyun langsung terdiam.

            “Ada yang bisa saya bantu non?”
            “Ya ini sangat kami butuhkan. Jika ibu adalah pemilik kos-kos’an ini, apakah masih ada lowongan tempat untuk kami berdua?”
            “Tapi ohon maaf non hanya tersisa satu kamar paling atas. Tapi ndak usah khawatir, beruntung kamar itu agak gede lah. Lumayan buat berdua..” Goda Bu Gotik pada Ich.

            ‘Sudah kuduga hanya tersisa satu kamar. Ya sudahlah aku menyerah’ Ucap Ich dalam hati.
            “Tak apalah lagipula kami juga tidak tahu lagi kos’an yang lain.” Ledek Hyun pada Ich.

*  *          *

            “Kau tidak sakir’kan?” Bio menatap Lio dengan heran yang dari tadi senyum-senyum sendiri.
            “Sembarangan kau! Masa orang tampan dibilang tidak normal.” Lio memuji dirinya sendiri.
            “Lalu kenapa kau menahan tawa tiap melihatku hah?!”
            “Tidak.. kau baru naik delman ya? Jaah payah! Kau harus seperti aku walaupun aku juga baru beberapa hari disini, tak terlalu tegang juga naik delman sampai harus berpegangan erat sepertimu.” Lio meledek Bio yang memegang erat tangannya.
            “Kau yang payah! Siapa yang tegang?!” Bentak Bio sambil melepaskan tangannya Lio.
            “Kau ini cantik-cantik kasar sekali. Beruntung aku ini membantumu tahu! Jarang-jarang lho aku sedekat ini dengan peremuan. Hehe..” Lio terus meledek Bio hingga dia merasa malu.
Keheningan pun terjadi…

            “Ekhmmm.. sepertinya aku pernah melihatmu sebelumnya.” Lio memulai percakapan kembali.
            “Sepertinya kau harus benar-benar pergi ke Dokter!” Bio kesal.
            “Aku serius. Kau gadis yang waktu itu duduk dibawah pohon dekat keraton itu ‘kan??”
            “Kau semakin lama, makin aneh saja! Jelas-jelas aku baru saja baru mengenalmu di restoran tadi.”
            “Aku tak mungkin salah! Itu benar-benar kau. Saat itu juga kau berbicara bahasa Mandarin, mana mungkin aku mengerti?” Lio tetap saja kekeuh membenarkan.
            “Yeah.. terserah apa katamu.”

*       *          *

            “Nasib.. ya nasib. Hari ini apes banget inyong, gara-gara mikirin Cah Ayu tanpa sadar benerin remnya semalem. Ditambah lagi dimarin si Bos gara-gara telur bebeknya pecah semua. Huuh!” Ucap si pemuda Jawa yang baru pulang dari Bos majikannya sambil menendang-nendang ban sepeda onta nya.
            “Assalamu’alaikum? Bu..bu? Jono pulang.. *tok tok tok!” Teriaknya dengan keras sambil mengetuk pintu.
            “Kleekk.. Walaikumsalam. Kamu kenapa toh… le?” Nggak kaya biasanya.” Jawab Ibunya Jono yang baru saja mengurus anak-anak kos baru dan membukakan pintu.
            “Nasib.. ya nasib. Huuhhh!” Tanpa bersalaman kepada Ibunya, sipemuda ini malah langsung masuk.
            “Ck..ck..ck.” Ibu Gotik hanya geleng-geleng kepala.