Prolog
Shanghai, China
"Ayah,
andaikan aku lulus ujian nanti... bolehkah aku melanjutkan kuliah diluar
negeri?" Tanya Xiao pada Ayahnya dengan wajah yang penuh harap.
"Kenapa
tidak? Ayah menginginkan kau menjadi seorang Insinyur seperti Ayah kelak. Kau'kan
lulusan SMK?" Jawab Ayahnya.
"Tapi
aku tidak tertarik dengan profesi itu Ayah.. aku lebih menyukai seni."
"Terserah
kau ingin menjadi apapun! Yang jelas, Ayah tidak akan membiayaimu kuliah jika
kau tidak menuruti Ayah." Bentak Ayahnya.
3 Days later..
Disiang
hari yang lumayan hangat, terduduk dibangku taman kota yang tidak jauh dari
rumahnya, sambil memandangi awan yang perlahan-lahan terbawa hembusan angin.
Inilah kebiasaan si pemuda ini. Yaitu membuka jejaring sosial miliknya. Dengan
hati yang kosong, tak ada harapan untuk soal biaya kuliahnya, akhirnya dia
berbincang dengan salah satu teman yang ia temukan dijejaring sosial facebook.
Kim Dong
Seok sedang aktif
Nanren
Xiang
Maaf, bolehkah aku menjadi teman curhatmu?
Kim Dong
Seok
Hmm.. kenapa harus aku? Eh.. tapi yasudahlah aku
juga sedang butuh teman yang bisa diajak kompromi
Nanren
Xiang
Aku Nanren Meng Xiang, kau bisa panggil aku
'Xiao'. Kau?
Kim Dong
Seok
Kim Dong Seok. Panggil aku 'Seok'. Jadi apa
masalahmu?
Nanren
Xiang
Masalahku sekarang antara keinginan orang tuaku,
dan masadepanku. Mungkin aku membutuhkan saran bagaimana cara mengatasinya..
Kim Dong
Seok
Memangnya, apa keinginan Ayahmu??
Nanren
Xiang
Ia ingin agar aku menjadi Insinyur sedangkan aku
ingin menjadi seniman. Oh ya, ngomong-ngomong darimana asalmu?
Kim Dong
Seok
Seoul, Korea. Kau sendiri?
Nanren
Xiang
Seoul? Korea?? Ohh jadi seama ini aku mempunyai
teman yang berasal dari Korea?. Aku dari Shanghai. Senang berkenalan denganmu
Kim Dong
Seok
Hmm.. -_-
Nanren
Xiang
Baiklah.. nanti kita perbincangkan lagi.
* * *
Osaka, Japan
"Jadi
kau sudah tahu keberadaannya??" Tanya gadis berwajah Japanesse ini kepada sang asisten.
"Ya,
menurut informasi yang saya dapat dia berada di Indonesia." Jawab asisten
itu sopan.
"Indonesia??!"
Ucap gadis ini untuk memastikan.
"H'm
setelah kejadian itu, mereka sekeluarga meninggalkan Negara ini.." Jelas
sang asisten.
Gadis ini tampak berfikir ia melirik kalender
yang berada disebelahnya.
"Menurutmu,
kapan kita bisa kesana?" Tanya gadis ini sembari menatap sang asisten yang
berada didepannya.
"Mungkin...
setelah kelulusan." Jawab sang sisten.
"Baiklah,
kau boleh keluar." Ucap gadis itu.
Sang asisten menunduk sopan, dan setelah itu ia
keluar dari ruangan tersebut.
Hime
Sakuranomiya, seorang gadis Jepang yang tengah mengeyam pendidikan dibangku
SMA. Bisa dibilang ia dari keluarga yang berkecukupan. Sang Ayah adalah seorang
pengusaha yang cukup sukses di Jepang. Semua keinginannya pasti terpenuhi
apapun itu, asal anaknya tidak meminta Jet pribadi saja. Namun, ada satu hal
yang membuat dirinya belum tenang. Ia ingin mencari seorang pemuda mysterious yang telah menyelamatkan
hidupnya beberapa tahun yang lalu. Dengan dibantu sang asisten pribadinya,
mereka terus mencari keberadaan pemuda tersebut. Hime merasa, pemuda itu tak
asing baginya. Namun, ingatannya tak cukup kuat untuk mengingat hal itu
kembali.
Beberapa minggu kemudian...
Hari
yang ditunggu pun tiba. Hime akan berangkat ke Indonesia siang ini. Ia akan
ditemani asisten pribadinya. Selama 6 bulan ini mereka telah mempelajari bahasa
dan budaya Indonesia.
*Bandara
"Untung
kau memberi ide yang cukup bagus sebagai alasan." Ucap Hime sembari
tersenyum pada asistennya sat memasuki ruang boarding. Sang asisten hanya membalas dengan senyuman. Ia hanya
bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak sang majikannya ini.
* * *
Casablanca, England
Musim
hujan, datang dan pergi. Seperti gadis berambut lurus nan dipadu dengan warna
hitam kecoklatan ini. Dia terlihat tak ada sedikit-pun kecemasan yang tergambar
diwajahnya ini. Meskipun pamannya sudah terlihat putus asa, mondar-mandir
kesetiap Universitas di Inggris tetapi tetap saja, tak ada Universitas yang
cocok dengan kemauan keponakan perempuannya ini.
"Sudah
kubilang paman, kau tidak perlu repot-repot mencarikan Universitas untukku.
Lagipula, aku bukan anak lugu yang harus diantar setiap hari ke Taman
Kanak-kanak. Aku sudah dewasa paman, jadi biarkan aku sendiri yang
menentukan!" Ucap Ich dengan wajah yang agak kesal karena melihat pamannya
yang mondar-mandir, kesana-kemari.
"Yeah..
paman tahu, kau memang sudah dewasa. Tapi aku sebagai pamanmu sudah menjadi
orang kepercayaan Ayah dan Ibumu. Dulu, saat kau masih berumur 7 tahun, mereka
membuat perjanjian padaku bahwa akau harus menjagamu selama mereka berdua
selesai mendirikan proyek di Berlin." Jawab pamannya meyakinkan.
"Lalu
kenapa paman begitu perhatian padaku dibandingkan dengan anak paman sendiri,
dan sedangkan orang tuaku hanya memikirkan proyek mereka tanpa mempeduikan
aku??" Tegas Ich sambi mengeluarkan air mata.
"Mungkin
maksud mereka bukan seperti yang kau bayangan Ich, mereka hanya ingin ku hidup
mandiri. Mereka sayang padamu, seperti halnya aku. Lagipula.. orang tuamu'kan
sudah berjanji, jika mereka sudah selesai mendirikan proyek di Berlin Ayah dan
Ibumu akan bersamamu kembali seutuhnya." Jelas pamannya. "Baiklah
Ich, jika kau ingin mencari Universitas sendiri yang lebih cocok dengan mu..
paman mendukungmu." Sambung pamannya dengan penuh perhatian.
Keesokan harinya...
Pagi
ini begitu dingin dan prakiraan cuaca juga sudah memprediksikan bahwa siang ini
akan turun salju, karena memasuki pertengahan bulan April-Juni. Pagi ini Ich
pergi ke kedai kopi sendirian tanpa teman-temannya. Tak lupa ia juga membawa gadget, mantel dan syal berwarna biru
kesayangannya. Karena takut siang ini benar-benar akan turun salju.
Sambil
berjalan menuju kedai kopi, Ich mampir kesebuah toko buku yang tak jauh dari
kedai tersebut. Ich melihat-lihat setiap buku yang berjajar rapi disebuah rak
buku. Tak lama kemudian Ich menemukan sebuah buku yang berjudul "The
Culture of Indonesian" Dari pada penasaran, Ich pun langsung membeli buku
itu dan membawanya untuk dibaca di kedai sambil minum secangkir cappucino hangat.
Sesampainya
di kedai, Ich langsung memesan secangkir kopi hangat karena penasaran akan buku
yang ia beli. Sambil duduk didekat kaca kedai sendirian, Ich membuka-buka buka
buku itu dengan seksama. Dia membaca halaman demi halaman buku itu. Buku itu
berisi tentang kebudayaan, keindahan, dan kekayaan negara agraris Indonesia.
Sampai-sampai Ich terhipnotis oleh isi dari buku itu.
Lembar
demi lembar dia baca, tak terasa buku itu telah dikuasainya. Ich pun
bertanya-tanya dalam hati 'Bagaimana jika
aku tinggal di Indonesia, dan sekolah disana? Pasti menyenangkan! Tapi
bagaimana dengan paman? Apakah dia setuju jika aku ke Indonesia?? Ahh..!
Lagipula'kan aku sendiri yang sudah menentukan dimana sekolah yang cocok
denganku. Diakan sudah menyerahkan keputusan kepadaku. Dan sekarang, keputusan
ada ditanganku!' Ucapnya.
* * *
Seoul, South Korea
Awal
musim dingin di Negara Gingseng ini membuat sebagian pendudunya malas untuk
keluar dari rumahnya. Walau hari telah masuk petang, namun udara masih sangat
terasa dingin menusuk tulang dada.
Disebuah
cafféé didaerah Gangseogu terduduk
seorang gadis sedang menatapi butiran-butiran salju yang turun perlahan
bagaikan kapas tertiup angin dengan tatapan muka yang kosong.
"Park
Hyun Hoon-ssi?" Ucap seseorang
sambil menepuk pundak gadis itu dengan lembut. Spontan gadis itupun tersadar
dari lamunannya dan mendapati seorang laki-laki yang ditunggunya 15 menit yang
lalu.
"Hyun..?"
Tanya laki-laki itu dengan mulai khawatir.
"Apa
kau... sakit??" Sambungnya. Sementara gadis itu hanya menggeleng tanpa
sedikitpun menoleh pada laki-laki itu.
Keadaan
mulai kembali hening bersamaan dengan banyaknya orang yang muai beraktivitas.
"Apa
Ayahmu menyuruh menjalankan perusahaan setelah kau lulus kuliah nanti?"
Tanya laki-laki itu dengan mengikuti gadis itu memandang orang-orang yang ada
diluar kedai. Lagi-lagi gadis ini hanya tersenyum sinis menandakan apa yang
dikatakan laki-laki itu benar.
"Sudahlah
jangan khawatirkan aku, bahkan kedua orang tuaku juga tidak
mengkhawatirkanku" Ucap gadis ini. "Lagipula.. aku sudah terbiasa
hidup mandiri seperti itu. Aku juga sudah membuat perjanjian dengan
Ayahku." Sambung gadis itu.
"Mungkin
begitulah cara mereka menunjukkan kasih sayang mereka. Mereka ingin kau tidak
bergantung sepenuhnya terhadap uang. Mereka menginginkan kau menjadi gadis yang
mandiri, kau tahu?. Kau itu putri satu-satunya yang mereka punya. Mana
mungkin.. mereka tidak khawatir atau tidak menyayangimu?? Lalu, dimana nanti
kau akan melanjutkan sekolah?" Tanya laki-laki itu yang semakin penasaran.
"Hmm..
ditempat pertama kalinya Ayah dan Ibuku bertemu. Aku sangat ingin pergi
kesana.. Indonesia" Jawab gadis
itu tersenyum.
"Indonesia??
Seperti apa tempatnya?" Tanya laki-laki ini.
"Entahlah.
Aku belum pernah kesana. Haya saja, dulu disaat aku masih balita, Ibuku bilang
Indonesia adalah salah satu tempat yang penuh dengan beragam macam budaya,
agama, bahkan bahasa. Hal itulah yang membuatku tertarik dan penasaran ingin
pergi ke Indonesia. Makanya aku membuat perjanjian dengan Ayahku." Jelas
Hyun. Laki-laki itu hanya menguap mendengarkan apa yang sahabatnya ceritakan.
"Eumm..
aku sangat lapar. Bisakah kita memesan makanan? Ahh aku sangat ingin makan samgyeopsal" Gumam laki-laki itu.
"Tapi..
kau tahu, aku tidak suka dengan makanan itu! Mm.. bagaimana kalau kita ke restaurant pasta saja?" Tawar Hyun
dengan semangat.
Lagi-lagi,
Seok menceloteh kepada Hyun karena ketidaksukaannya dengan makanan yang
berbahan dasar dari babi. Dengan sangat terpaksa, Seok masuk kedalam salah satu
restoran pasta itu.
'Sepertinya.. kau begitu senang hari ini? Sayang sekali,
waktu kita hanya tinggal beberapa minggu lagi sebelum kau pergi ke Indonesia
Hyun...' Bisiknya
dalam hati.
* * *
Beijing, China
Disuatu
sekolah paling terkenal di China yaitu sekolah menengah atas jurusan ilmu pengetahuan
terdapat seorang murid pandai bernama Nu Xing Mubiao atau sering dipanggil Bio,
adalah seorang murid sekaligus anak dari pemilik dari sekolah itu sendiri.
SMA
'Nu Xing Hyoon' adalah sekolah paling terfavorit di kota Beijing, China.
Sehingga banyak siswa-siswi dari kalangan elite yang belajar menuntut ilmu
disana. Bio mempunyai kepribadian anak yang cengeng, manja, pembuat masalah
(jail) dan sifatnya yang keras kepala. Akan tetapi dia adalah anak sematawayang
dari keluarga Nu Xing.
Suatu hari Bio mengobrol dengan keluarganya..
"Ayah,
apakah aku adalah anak Ayah?" Dengan nada bercanda.
"Hmmm..
aku rasa bukan!" Ayahnya pun berbalik menggoda.
"Apakah
yang Ayah katakan benar??" Bio pun kaget.
"Hhahaha..
kau itu anak Ayah Bio.." Sabil membelai rambutnya Bio.
"Jika
aku anak Ayah, bolehkah aku meminta sesuatu?"
"Apapun
itu!"
"Kalau
begitu.. bolehkah aku kuliah di Indonesia?"
Pada
saat Bio berbicara seperti itu, Ayahnya pun terdiam sejenak tidak merespon sama
sekali. Bio pun memakluminya karena dia sadar kalau dirinya itu anak
sematawayang kebanggaan keluarga Nu Xing. Karena selain berparas polos diapun
sering sekali menjadi ahli penggoda sesuatu yang diinginkannya.
Pagi
itu Ayah dan Ibu Bio berunding untuk menjawab pertanyaan putrinya itu.
"Apa
kau rela melepaskan putri kita?" Tanya Ayah Bio.
"Aku
kurang yakin.. putri kita belum bisa berfikir dewasa walaupun usianya sudah
dibilang 17 tahun ke atas." Jawab Ibunya. "Aku pun begitu.."
Di sekolah
Bio
sedang duduk disebuah tempat duduk ditaman sekolahnya. "Hey!"
Tiba-tiba terdengar suara seorang pria dibaliknya. Bio pun tak menghiraukannya.
"Nu
Xing Mubiao si anak cengeng, manja dan sering sekali membuatku marah! Tengoklah
kebelakangmu!!!" Cetus lelaki itu. Bio akhirnya berbalik badan dan betapa terkesimanya
dia. Bio melihat sepupunya yang sering sekali dia jahili kembali bertemu. Kim
Park Yeon adalah sepupunya Bio. Sepupu sedarah walaupun hanya berbeda
keturunan, Yeon adalah sepupu yang paling dekat dengan Bio. Mereka berdua
sering disebut pasangan yang serasi, karena keduanya menyukai Style dan sangat suka menjahili orang
lain.
Dirumah keluarg Nu Xing.
"..
Apakah kau yakin Bio dengan keputusanmu?" Ujar Ayahnya.
"Aku
yakin sekali Ayah.. karena aku ingin punya banyak pengetahuan disana.."
"Apa??!"
Yeon yang tak sengaja mendengar pembicaraan sontak kaget.
"Kenapa
kau? Seperti melihat kodok beranak saja, fyuhh!"
"Yaaaah..
barusaja aku bertemu denganmu Xing.. kau sudah mau pergi ke.."
"Jangan
panggil aku dengan sebutan Xing, Xang, Xung seperti itu! Aku juga punya
panggilan sendiri. Kecuali untuk seseorang yang lebih tua dariku
mengerti!" Sontak Bio memotong pembicaraan Yeon dan seperti biasa, mereka
sering berdebat.
Bio
melamun ditengah malam memikirkan kalau dia ingin tahu apakah gaya Indonesia
itu modis atau sebaliknya. Harapannya setelah pergi ke Indonesia, Bio
menginginkan bersekolah di Universitas jurusan tata busana versi Indonesia.
Namun,
lamunannya pun kabur dengan kedatangan Yeon dari Korea. Akan tetapi Yeon pun
akhirnya ingin membantu Bio untuk kuliah di Indonesia.
2 minggu kemudian..
"Selamat
jalan Xing.." Yeon memberi sambutan selamat tinggal sambi melambaikan
tangan.
"Hei
kau dasar kacang buncis! Berani-beraninya kau sebut aku dengan panggian itu
lagi. Diamlah! Atau tidak aku akan menghajarmu dengan koperku!"
"Ups..
maaf" Yeon menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Berhati-hatilah
disana putriku..Ayah akan selalu merindukanmu!" Ayah Bio memberi kata-kata
terakhir sebelum Bio meninggalkan rumah.
"Terimakasih
Ayah.. aku sayang Ayah. Selamat jalan semua.. aku akan merindukan
kalian.." Bio pun segera bergegas meinggalkan rumah dengan mencucurkan air
mata.
* * *
Srinagar, India
Musim
kemarau membuat segala aktivitas terasa berat. Namun tak akan mematahkan
kegiatan gadis berambut kepang ini. Rupanya ia sedang duduk manis sambil asyik
memotret dengan ponselnya. Tak lama terdegar suara langkah kaki dari balik
tempat dimana ia duduk. Ternyata.. dia hanya seorang pemuda yang tak asing
baginya.
"Hai
Angelina?" Ucap pemuda itu.
"Hai..
Nikhil. Ada apa kau kemari?" Angeli heran dengan sikapnya Nikhil tadi.
Karena tidak biasanya Nikhil tiba-tiba menyapa.
"Tidak
ada.. aku hanya ingin mengantamu pulang saja." Nikhil sontak terdiam harus
jawab apa. Akhirnya dia menemukan alasan yang tepat.
Angeli
menolak, karena ia masih ingin berada ditempat ini. "Maafkan aku Nikhil,
aku masih ingin berada disini." "Ngomong-ngomong, apakah kau tahu
dimana ada tempat yang berbau mystic?"
Enyah mengapa akhir-akhir ini Angeli menyukai mistis dunia lain.
"Aku
rasa.. aku tahu tempat yang kau inginkan!" Nikhil semangat.
"Benarkah?
Dimanakah itu??" Angli sontak penasaran.
"Akukan
sipenjelajah internet. Jadi aku rasa aku tahu tempatnya! Tempatnya.. sebenarnya
banyak di Indonesia jika kau mau."
'Jauh sekali.. tapi aku penasaran' Gumam
Angeli dalam hati.
"Kalau
begitu.. ayo kita pulang saja. Aku akan membicarakan hal ini pada Ayah"
Angeli mengajak Nikhil untuk pulang bersamanya.
Tiba dirumah.
Hatinya
pun berdebar-debar karena takut Ayahnya tak menyetujui Angeli ke Indonesia.
Akan tetapi mau tidak mau Angeli harus melakukannya demi mengobati rasa
penasarannya. Dengan beraninya, Angeipun mencoba bicara baik-baik kepada orang
tuanya.
"Ibu,
Ayah bolehkah aku bicara sesuatu??" Ucap Angeli pada Ayah dan Ibunya
ketika bersantai diruang tengah.
"Tentu
sayang.. memangnya ada apa?" Jawab Ibunya.
"Mmm...
bolehkah aku kuliah di Indonesia bu?" Ucapan Angeli agak pelan.
"Tetapi
mengapa kau tidak mau di India saja? Apalagi di New Delhi kan banyak
Universitas unggulan sayang.." Bujuk sang Ibu.
"Tidak
bu, aku hanya ingin kuliah di Indonesia saja. Apakah Ibu mengijinanku?? Aku
mohon.." Angeli berlutut dikaki Ibunya.
"Sayang..
Ibu tak bisa menolak permintaanmu. Apalagi, kau anak satu-satunya kesayangan
Ibu kan?" Tampaknya Ibu Angeli menyetujui. "Kalau begitu, cobalah
minta restu pada Ayahmu nak!"
"Terimasih
Ibu, aku sayang Ibu. Ummmaaa" Angeli senang Ibunya setuju ia kulih di di
Indonesia. Akan tetapi dia masih merasa takut dan ragu harus bicar apa pada
Ayahnya. Akhirnya Angeli pun Memberanikan diri menghampiri Ayahnya yang sedang
duduk disofa sambil membaca koran.
"Ayah,
apa aku menggangumu?" Ucap Angeli dengan malu-malu.
"Tidak
sayang, memangnya ada apa?"
"Apakah
Ayah merestuiku jika aku kuliah di Indonesia?"
"Angeli,
Ayah tak tahu harus jawab apa padamu. Karena Ayah ta bisa menolak permintaan
anakku yang cantik ini."
"Benarakah?
Terimakasih Ayah.." Angeli berutut dimatakaki Ayahnya.
"Tuhan
memberkatimu nak.. semoga kau panjang umur"
* * *
Begining Met
Terlihat
seorang pemuda berwajah Chinesse sedang
menelusuri jalanan yang paling terkenal di kota Yogyakarta, 'Jl.Malioboro'.
Dengan ditemani sebuah koper besar berisi banyak barang bawaan berwarna hitam,
dia terus berjalan sambil membaca sebuah buku yang ia bawa. Saking seriusnya
membaca, tanpa dia sadadari pula tiba-tiba dia hampir tertabrak oleh seseorang
yang tengah bersepeda khas Jawa, sambil membawa sekeranjang telur bebek. Dengan
keadaan jalan yang agak sempit dan jalan yang menurun, si pembawa telur ini tak
sadar rem depan dan belakangnya tidak berfungsi karena ia lupa mengecek kedua
remnya semalam. Entah karena putus digigit tikus, atau mungkin... entahlah itu
urusan sepeda onthelnya dan Tuhanlah yang tahu.
"Alhamdulillah..
Bosku ini tahu sajo apa harpan anakbuahnya yang paling rajin ini. Walaupun
Minggu ini mataharinya gak bisa dikorting, tapi aku ora opo-opo. Sing penting
sekarang Nyong mau ketemu ma jenengan yang paling.. ayu.." Pemuda Jawa ini
masih terus saja berceloteh tanpa memperhatikan keadaan jalan yang sedang
dilewatinya.
Tiba-tiba
"Astagfirullah hal'adzimmmm.. walah!! Kok ini sepeda kaya ada yang dorong
ya." Ucapnya dengan expresi panik. Ternyata dia baru menyadari bahwa jalan
yang sedang ia lalui menurun. Dan pada saat yang tak terduga itu pun, dari arah
yang berlawanan seorang pemuda Chinesse dengan
membawa sebuah koper dan sedang membaca buku itu akan melewati jalan itu juga.
"E-e-e-ehhh..
minggir mas, minggir minggir!!!" Teriaknya pada pemuda yang berada
didepannya. Si pemuda ini mana mengerti apa yang laki-laki itu bicarakan,
karena bahasa Indonesia yang ia pelajari belum lancar dan fasih.
"Eh
mas! Koe budek apa?! Minggir mas.. awass.." Teriak pemuda pembawa telur
ini sambil marah-marah. Si pemuda Chinesse
ini hanya meongo dan diam saja karena tidak mengerti apa yang ia bicarakan.
Pemuda ini rupanya baru mengerti apa yang sebenarnya, sontak ia langsung
menghidar dari laki-laki si pembaw tersebut. Tak lama kemudian..
"Brruugg!! Walaah.. telur-telur cantikku ini. Hey mas! malah bengong kaya
patung pancoran saja. Bukannya dibantu apa.." Bentaknya sambil memunguti
telur-telur bebek yang jatuh. Sebagian pecah karena sepeda onthelnya menabrak
tiang listrik ketika akan berbelok. "Uppss.." Pemuda ini menutup mulutnya
dengan buku yang dipegangnya.
Si
pemuda Chinesse ketakutan oleh
bentakan laki-laki itu. Pemuda Chinesse pun langsung melarikan diri dan
menyeret kopernya yang lumayan berat karena berisi pakaian.
Selang
beberapa waktu kemudian setelah insident itu
terjadi, terdengar suara langkah kaki dari belakang oleh sipemuda pembawa telur
ini. Sipemuda Jawa yang masih memaki-maki walaupun orangnya tidak ada, rupanya
tak mempedulikan sekitar. Suara itupun mendekat tepat dibelakangnya. Akhirnya
pemuda inipun mengalah. Diapun menoleh kebelakang.
Pandangan
pertama yang belum pernah ia lihat sebelumnya karena kehadiran seorang gadis
manis bermata sipit, tinggi, berambut panjang tipis sambil membawa koper merah
besar. Sipemuda Jawa ini menatapnya dari bawah sampai ujung rambut gadis itu.
Iapun ketulah omongannya sendiri saat memaki seorang pemuda tak bersalah yang
hampir tertabrak olehnya.
Tak
sepatah katapun yang dikeluarkan gadis ini, diapun lagsung membantunya menarik
sepeda yang terjepit diantara celah kedua tiang listrik. Sementara gadis ini
sigap membantu, bukannya mengucapkan terimakasih, dia malah asyik memandangi
gadis itu.
"Hello..? Are you allright??" Ucap
gadis ini sambil melambaikan tangan didepan wajah sipemuda Jawa itu.
"Hah??
Ngomong opo cah ayu ini? Cantik-cantik kok bahasanya aneh.." Ucap pemuda
ini denhan keheranan. Gadis itu lupa seharusnya dia menggunakan bahasa
Indonesia.
"Maaf..
apa kamu.. baik-ba..ik saja?" Tanya gadis ini dengan bahasa yang
dipaksakan dan terputus-putus.
"Eh..
i-i-ya, saya tidak apa-apa non. Tuh.. saya nggak kenapa-kenapa kan?? Ya
kan?" Jawab sipemuda Jawa ini dengan gugup.
"It's ok." Jawab gadis itu
dengan singkat dan langsung pergi meninggalkan sipemuda ini. Sipemudapun
langsung mengejar gadis itu untuk berterimakasih.
"Tunggu..
tunggu dulu non!" Teriak sipemuda sambil menuntun sepedanya.
"Yes?" Gadis inipun
menghentikan langkah kakinya
"Mmm..
maaf non, bahasa Inggris saya belum lancar. kamus saya juga sudah dikasih ke
tetagga buat bungkus gorengan."
Gadis
inipun bingung harus menjawab apa, diapun melanjutkan langkah kakinya karena
tidak tahu mengerti apa yang pria ini bicarakan. Sementara itu, seperti tak
kehabisan akal sipemuda itupun mengikutinya sambil mengayuh sepeda dan berhenti
didepannya. Gadis inipun berhenti hingga yang kedua kalinya.
"Stooooopp!
Oh ya non, namanya siapa?" Tanya pemuda ini.
"Nama?"
Jelasnya.
"Iya,
nama!" Jawabnya dengan kepo.
"Hyun
Hoon."
"Apa?
Ayunan? Kok cantik-cantik namanya aneh sih? Apa nggak ada..."
"HYUN
HOON!" Potong gadis ini dengan muka merah karena kesal, barusaja
bertemusudah menjengkelkan.
Pemuda
inipun kaget dan rupanya dia telah membuat gadis ini marah. Dan gadis itupun
pergi tanpa menoleh kebelakang.
* * *
Hari
itu memang hari terburuk bagi seorang pemuda Chinesse. Sudah hampir ditabrak seorang pemuda berbelangkon,
ditambah makinnya juga. Tak tahu ia harus melangkah kemana lagi, dan akhirnya
dia bertanya kepada seorang perempuan yang sedang menjemur pakaian.
"Hmm..
permisi, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Tanya pemuda ini dengan gaya
bicara Tiong hoa.
"Oh
ya. Silahkan duduk dulu. Maaf tempatnya agak kotor, biar aku bersihkan dulu
sebentar." Ucap gadis ini dengan ramah.
"Tak
apa, lagipula aku hanya bertanya...... apa kau tahu dimana aku bisa mendapatkan
tempat tinggal semacam rumah sementara?"
"Maksudmu
kos-kosan?"
"Mm..
ya! Mungkin semacam itu?"
"Wah
kalau begitu kebetulan ibu saya seorangpemilik kos-kosan. Tapi saya harus cek
terlebih dahulu, apakah ada kamar yang masih kosong. Itu sih kalau kau tak
keberatan."
"Tidak
nona, berat badanku hanya 53 kg. Mana mungkin aku obesitas??!" Tampaknya,
sipemuda ini salah tangkap.
"Bukan,
maksudku itupun jika kau mau?" Gadis ini menjelaskan.
"Baiklah,
aku harap begitu."
"Oh
ya, kita belum berkenalan. Siapa namamu?" Tanya Santi.
"A-aku
Nanren Meng Xiang. Kau bisa panggil aku Xiao. Dan kau?"
"Aku
Susanti, panggil aku Santi." Sambil menjabat tangan.
Entah
mengapa sipemuda tiba-tiba Xiao ada yang merasa aneh dengan dirinya. Perasaan
yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, tiap kali dekat dengan seorang
perempuan. Ia merasakan denyut jantungnya kini berdebar begitu kencang dari
biasanya. Ada apa dengan Xiao?
* * *
"Loh
kok marsmallow ku tinggal dua?!"
Ucap gadis bermata sipit dan cabi ini. "Padahalkan tadi masih
banyak..!" Sambungnya sambil merogoh kedalam tasnya.
"Aku
rasa, kau memang menghabiskannya.." Ucap sang asisten sambil menahan tawa
melihat tingkah anak majikannya itu.
"Kalau boleh aku saran, tak seharusnya
setiap beberapa detik sekali kau memakannya. Aku hitung saja, kau sudah
menghabiskan lima bungkus marsmallow dalam
sepuluh menit. Ck..ck..ck tak kusangka" Sambung asistenya.
Gadis
ini hanya terdiam menyadari kesalahannya. Sambil mengunyah marsmallow, ia melihat-lihat sekeliling jalanan Malioboro di kaca
mobil. Saat ia melihat jalanan yang ramai, matanya pun tertuju ke sebuah toko
coklat. Ketika mobil hampir melewati toko itu, segera gadis inipun menghentikan
supirnya tiba-tiba. Sontak, si asisten dan supirnya pun terkejut dan hampir
terlempar kedepan. Apalagi supirnya. Untung indra pendengaran dan mentalnya
masih kuat.
Mobilpun
berhenti ditempat parkir dan segera, gadis ini pun tanpa basa-basi langsung
keluar dan menghampiri toko tersebut.
"Hime,
kau mau kemana? Jangan terlalu terburu-buru, nanti kau tersandung...!"
Teriak asistennya ketika masih didalam mobil.
"Aku
mau kesana. Membeli coklat. Kau mau ikut? Jika tidak tunggulah dimobil. Dan
jangan menelponku jika aku lama didalam." Tegasnya.
Akhirnya
sang asistenpun menyerah dan terpaksa mengikutinya kedalam toko.
Didalam toko...
Saat
tiba didalam, gadis ini langsung mengedarkan pandangannya keseluruh bagian
toko. Wajahnya terlihat seperti ibu-ibu yang mendapatkan undian berhadiah.
Sampai-sampai pengunjung yang sedang berbelanjapun berdesas-desus karena
tingkah lakunya. Ditambah lagi mereka juga bingung apa yang gadis ini
bicarakan.
Hampir
46 menit sudah Hime dan asistennya berada didalam toko. Sambil melihat coklat
yang berwarna-warni. Tiapkali Hime melihat coklat yang menarik, diapun
mengambilnya. Namun Hime selalu membatalkannya karena ia melihat coklat yang
lebih menarik.
"Mm..
maaf Hime aku tunggu diluar saja. Sementara kau memilih coklat yang kau
inginkan. Aku agak lelah, kau bisa menelponku jika kau sudah selesai
belanja." Ucap asistennya dengan rag-ragu.
"Baiklah
kau boleh tunggu dimobil." Jawab gadis ini sambil sibuk memilih-milih
coklat yang menarik. Kini Hime pun bisa dengan leluasa memilih coklat yang
enak-enak.
15 menit kemudian..
'Waah.. semuanya terlihat enak. Apa aku
harus membeli semuanya?' Hime kebingungan sambil bergumam menggunakan
bahasanya. Dan pada saat ia kebingungan pun, ada sesuatu yang membuatnya
terselamatkan.
Beberapa saat kemudian.
"Tok!
Tok! Tok!" Gadis ini mengetuk kaca jendela mobil. Asisten dan supirnya
terbangun karena Hime mengagetkan mereka yang sudah mengantuk.
"Hey..
buka pintunya aku mau masuk..!" Teriak Hime yang maih berada diluar. Sang
supir membukakan pintu.
"Apa
kau sudah selesai? Apa yang kau beli? Jangan katakan kau membeli semuanya
ya!" Tanya sang asisten.
"Tidak
juga. Aku hanya membeli ini.." Jawabnya sambil mnunjukkan beberapa
bungkusan yang tak aneh lagi baginya kepada sang asisten.
Sang
asisten hanya bisa menahan amarah dengan mengusap dada.
* * *
"Halo?"
"Halo,
paman. Ini aku Ich. Aku sudah tiba di Indonesia beberapa jam lalu. Maaf, aku
tidak segera mengabarimu"
"Oh
syukurlah... paman lega. Bagaimana kabarmu?"
"Tak begitu buruk sekarang. Saat ini aku
sedang mencari tempat tinggal sementara. Maaf paman nanti aku telpon lagi. Bye"
Click.
"Baiklah,
jaga kesehatan Ich."
Ketika
sedang menelusuri jalan dengan terburu-buru karena sudah sore, Ich tak sengja
menyenggol sseorang yang juga sedang terburu-buru.
"Hey!"
Ucapnya bersamaan.
Merekapun
bertabrakan dari arah yang berlawanan. Dan koper yangmereka bawapun tersangkut
satu sama lain. Merekapun sibuk dngan barang-barang bawaan mereka, hingga
orang-orang yang ingin lewatpun terhalang oleh mereka berdua.
Tiba-tiba
datang seorang yag tak diundang menolong mereka berdua. Seorang pemuda bertubuh
tinggi, berambut hitam berponi hampir sebagian matanya pun tertutup oleh rambut
lembutnya.
“Kalau
boleh tau, ada apa ? Kenapa kalian menghalangi jalan ?” Kata sang pemuda sambil
memungut barang- barang mereka yang jatuh.
“Koper
kami tersangkut” Jawab seorang gadis yang tak sengaja Ich senggol
“Biar
ku bantu”
“Terimakasih”
Setelah
selesai membereskan barang- barang yang jatuh, si pemuda ini pun langsung pergi
sambil memakan permen karet.
“Tunggu
!” Teriak Ich sambil berdiri setelah membereskan barang-barangnya. Pemuda itu
pun berhenti dan menoleh kebelakang.
“Ya
?”
“Ngomong-
ngomong terimakasi atas bantuanmu” Ucap Ich sambil menghampiri pemuda tersebut.
“Siapa
namamu ?” Sambung gadis dibelakangnya
“Namaku
Akane.” Jawab pemuda tersebut sesaat sebelum ia pergi sambil mengunyah permen
karet yang ia makan.
“Aku
Ich…!” Ucapnya sambil berteriak karena pemuda tersebut telah menjauh.
“Hey,
kemarilah” Ich tersenyum pada gadis yang berada dibelakangnya
“Duduklah
disini” Sambungnya sambil mempersilahkan duduk didekat sebuah toko yang
kebetulan ada kursi yang menganggur.
“Terimakasih”
“Sepertinya,
kau bukan orang Indonesia ? Maatamu sipit, kulitmu putih, dan gaya bicaramu
juga berbeda dengan orang Indonesia. Lalu kau juga membawa koper. Memangnya kau
dari mana ? Dan mau kemana ?” Tanya Ich dengan panjang lebar plus kali tinggi.
“Ya,
kebetulan aku dari Seoul. Dan kenapa aku membawa sebuah koper..? Itu
karena..aku dan ayahku membuat sebuah `perjanjian`“ Jawabnya dengan agak samar
saat mengatakan kata “perjanjian’
“Oooh…Baiklah.
Aku Ich, aku dari Inggris. Siapa namamu ?”
“Park
Hyun Hoon”
“Apa
?! “Park” ?”
“Tidak-
tidak…Itu hanya semacam marga di Korea. Bukan berarti “Park” ( Taman )” Tegas
Hyun Hoon
“Panggil
saja aku Hyun” Sambungnya. Ich hanya mengangguk tanda mengerti.
“Oh
ya, kau mau kemana ?”
“Entahlah..Tapi
sekarang ini aku sedang mencari sebuah tempat tinggal sementara yang tak jauh
dari universitas disini. Kau ?”
“Wah..Kebetulan
sekali, aku juga sama sepertimu. Hhhmmm…bolehkah aku ikut denganmu ?”
“Tentu
saja. Aku juga butuh seorang teman disini.” Ucap Hyun sambil melirik jam
tangannya.
“Ya
ampun ! Sekarang sudah pukul setengah empat sore. Jika kita tak segera
mendapatkan tempat tinggal, kita tidur dimana ?” Hyun tersadar bahwa kini hari
sudah sore dan hampir lupa kalau ia sedang mencari tempat tinggal, karena
terlalu asyik mengobrol dengan teman barunya.
“Kalau
begitu, sekarang kita cari bersama saja”
“Ya,
kau benar”
* * *
Hari buruk Xiao teredam oleh seorang gadis yang manis dan
tak pernah ia lihat sebelumnya. Gadis itu bagaikan seorang putri paling paling
cantik yang baru saja ia lihat.
“Xiao, apa kau merasa ada yang aneh dariku ?” Tanya Santi
“Tidak tidak” Xiao pun merasa malu dan seketika wajahnya
berubah seperti kepiting rebus, dan senyum senyum sendiri.
“Ngomong- ngomong dimana tempat kos itu ?”
“Sabar, nanti kita sampai”
“Tapi…kepalaku terasa pusing, aku belum pernah menaiki
kendaraan yang ditarik hewan ini. Badanku seketika kedepan, belakang, kanan,
dan kiri. Apakah jalannya ? Atau hewan ini tidak punya hati nurani ?” Ucap Xiao
yang merasakan naik delman
* * *
Keraton, Yogyakarta
Terlihat seorang gadis sedang duduk dibawah pohon dekat
Keraton. Seketika itu dia terlihat melirik jam yang melingkar ditangan kirinya.
Rupanya dia sedang menunggu seseorang yang dinantinya 15 menit yang lalu.
Beberapa menit telah berlalu, dan seseoran yang ditunggu nya tak kunjung
datang.
“Astaga…! Sudah pukul 4 sore dan dia masih belum datang
juga !!!” ucap gadis itu dengan kesal.
“Lebih baik aku mencari tempat tinggal untuk sementara.
Tapi… perurku ini sudah mulai mengamuk.” Lanjutnya sambil memegang- megang
perutnya yang suda mulai terasa lapar. Tanpa disadari olehnya ternyata ada
seorang pemuda yang terus memperhatikannya.
“Hai nona..kenapa kau disini ?” tanya pemuda itu
“Ups, maaf aku sedang kelaparan, tetapi aku tidak tahu
dengan tempat ini.” Jawab gadis ini dengan menggunakan bahasa mandarin yang
fasih.
“Hah…?” pemuda tersebut melongo dengan mulut terbuka
lebar.
“Nona kau…kau dari planet mana ?” tanya pemuda itu
“Aku tak menegrti bahasa mu” kata gadis yang berada
dihadapannya dengan menggunakan bahasa inggris yang belum lancar.
“Begitu pula aku” balasnya dengan menggunakan bahasa yang
sama, namun lebih lancar.
“Ya sudah…apa yang kau tunggu sana pergi, hush…hush…”
ucap gadis tersebut mengusir pemuda yang baru ia kenal, bak mengusir kucing
ataupun ayam. Akhirnya pemuda tersebut berlalu dari hadapan gadis itu.
Selang beberapa menit…
“Astaga…!!! Bodohnya aku…kenapa aku tadi tidak menanyakan
soal makanan dan tempat tinggal disini ?!?!?!” gadis tersebut menyadari
kebodohannya, dan merutuki dirinya sendiri. Gadis itu mencoba melihat- lihat
kedai yang ada disekitarnya. Matanya tertuju pada sebuah kedai yang bertuliskan
“Kedai Mas Murni” dengan sebuah gambar koki bertubuh gempal sambil memegang
mangkuk.
Didalam kedai…
“Wah indah sekali…dan aromanya pun sangat sedap” gumam
gadis tersebut sambil mengagumi arsitektur didalam kedai yang sebenarnya lebih
pantas disebut ‘Restoran’. Ia langsung menghampiri daftar menu makan yang
terdapat dibelakang meja kasir. Di menu itu tertulis :
Makanan : Minuman
:
-
Nasi Putih -
Air Putih
-
Sop Ekor Sapi - Air
Teh
-
Ayam Goreng -
Aneka Jus
-
Ayam Bakar -
Dll
-
Dll
Gadis
tersebut memilih ‘Dll’ sebagai menu makanannya. Menurutnya ‘Dll’ adalah menu
utama di restoran tersebut.
“Aku pesan ‘Dll’ “ serunya pada pelayan yang berada
dibelakang meja kasir.
“Apa mbak, ‘Dll’ ?” pelayan itu keheranan
“Sudahlah, cepat buatkan aku Dll ! Aku sudah sangat lapar
!” ucapnya dengan sedikit nada tinggi. Rupanya gadis tersebut sudah tak sabar.
“Baik, silahkan duduk.” Kata pelayan tersbut dengan
sopan. Gadis itupun akhirnya memilih tempat duduk yang ia rasa nyaman.
Setelah menuggu cukup lama, makanan pun siap dihidangkan.
“Ini mbak pesanannya, silahkan dinikmati..” ucap pelayan
itu sambil menaruh beberapa piring berisi makanan
“Simpan saja dulu, aku sedang sibuk.” Ucapnya sambil
memainkan hanphone putih miliknya. Pelayan itu hanya mengangguk sopan. Setelah
ia puas memainkan handphonenya dan hendak makan ia terkejut saat melihat
makanan yang ada.
“Astaga…! Apa- apaan ini ? Banyak sekali ! Siapa yang
memesan ini semua ???” Gadis itu menjerit kaget, sampai- sampai semua orang
direstoran itu keheranan melihat tingkah gadis tersebut. Seorang pelayan
menghampirinya.
“Maaf, ada apa mbak ?” tanya pelayan tersebut dengan
sopan
“Siapa yang memesan makanan sebanyak ini ?” gadis ini
malah balik bertanya
“Tadi, mbak yang bilang ingin pesan ‘Dll’ “
“Apa ??? Tidak…itu tidak benar. Aku hanya memesan menu
utamanya saja, yaitu ‘Dll’ “ Gadis itu mencoba membela diri. Pelayan yang
melayani nya hanya tersenyum menahan tawa.
“Bukan, menu utama disini adalah ‘Sop Ekor Sapi’ bukan
‘Dll’. Mbak sudah memesan ‘Dll’ yang artinya ‘Dan lain-lain’. Dan artinya mbak
harus memakannya” jelas pelayan tersebut.
Apa boleh buat, gadis berparas chiness ini dengan berat
hati harus memakan semua makan yang telah dipesannya.
* * *
“Aduh…aku pusing sekali.” Xiao merasakan mual diperutnya
“Sudah sampai, ayo turun.” Santi pun turun dan Xiao
mengikutinya dari arah belakang.
“Apa ada toilet yang dekat disini ?” tanya Xiao yang
sudah tak tahan dengan mual yang menyerangnya
“Ada, kamu tinggal lurus…nanti ada persimpangan kamu
ambil jalan yang kekiri, terus lurus, belok kanan, lalu belok kiri. Ada
bangunan semacam kontrakan , nah masuk gerbangnya gak dikunci, dan dibelakang
sekolahnya, turun…ada semacam tangga kecil dan dari situ pasti terlihat ada
tulisan ‘WC Umum’ nah disitulah toiletnya” jelas Santi dengan panjang x lebar x
tinggi.
“Apa ?!?!” Xiao pun yang tadinya merasa mual kini
bertambah mual karena mendengar penjelasan Susanti.
“Lebih baik aku muntah disini saja” lanjut Xiao yang
menyerah lebih dulu.
* * *
Gadis ini tidak bisa menghabiskan semua makanannya
“Aduuh…aku kenyang sekali.” Ucapnay. Tiba- tiba datanglah
seorang pemuda dan menghampiri mejanya.
“Hey…kau sedang apa disini ?” sapa plus tanya pemuda ini
“Sedang menjahit…ya sedang makanlah, suadah tau
dihadapanmu ini banyak makanan” jawab gadis ini kesal, disaat perutnya
kekenyangan masi ada pemuda yang bertanya kepadanya.
“Oh…dan kenapa kau tak menghabiskannya ?” tanya pemuda
tersebut sambil berusaha menatap wajah gadis ini
“Kenyang tahu…” jawabnya dengan malas
“Lagipula kau memesan makanan sebanyak ini.” Ujar pemuda
itu sambil pergi ke kasir, dan tak lama kemudian ia datang lagi menghampiri
gadis tersebut.
“Namaku Sandalio, kau bisa memanggilku Lio. Siapa nama mu
?” tanya ‘Lio’ pemuda yang baru saja memperkenalkan dirinya.
“Nu Xing Mubiao, panggil saja aku Bio. Ya sudah aku akan
pergi ke kasir untuk membayarnya dan langsung pergi mencari tempat tinggal
sementara.” Jawab wanita itu sambil beranjak pergi.
“Tidak usah kau bayar lagi,, ayo pergi saja aku punya
tempat kos-kos’an di daerah ini. Mmmm tapi itu bukan milikku tapi milik Bu
Gotik.” Jelas Lio sambil menarik tangan Bio dan bergegas pergi.
“Tunggu dulu! Jangan bilang kau yang bayar ini
semuanya?!” Bio curiga.
“Sudahlah jangan berpikir yang tidak tidak. Lagi pula restaurant
itu adalah langgananku, jadi tak masalah pemiliknya pun juga mengenal baik
aku”
“Kita naik delman saja ya?” Ajak Lio.
“Delman? Yasudah dari pada harus jalan kaki.” Bio
menyerah akhirnya mereka berdua pun setuju naik delman.
* * *
Terlihat
seorang wanita berpakaian sari yang sedang menuruni escalator disebuah mall di
tengah kota.
“Aku
harus beli apa lagi? Makanan sudah, pakaian pun sudah.. huufft” Wanita itu
bergumam sendiri memakai bahasa Hindi sambil memeriksa barang bawaannya dan tak
memperhatikan jalan. Dari arah yang berlawanan pun seorang gadis sedang
berjalan agak terburu-buru. Dan mereka pun menyenggol satu sama lain,
barang-barang bawaan mereka pun berserakan dilantai.
“Eh
mbak maaf” Gadis ini langsung membereskan barang-barang yang berserakan
dilantai.
“Shukriya.”
Seru wanita ini dengan menggunakan bahasa Hindi.
“Maksudmu?”
“Mmm
apa kamu baik-baik saja?” Wanita ini mencoba berbahasa Indonesia.
“Iya
aku baik-baik saja. Siapa namamu?”
“Nama?”
dia tampak berpikir. “Nama..ku Angelina. Panggil aku Angeli. Dan kau?”
“Aku
Arikha Rere, kau boleh panggil aku Rere.” Jawab Rere sambil menjabat tangan
angeli.
“Apa
kau tahu dimana aku bisa mendapatkan tempat tinggal?”
“Ya.
Sepertinya aku tahu. Ibuku punya sebuah kos-kos’an yang tak jauh dari sini.
Tapi.. agak sdikit mistis.” Rere mulai menakuti angeli.
“Mistis?
Maksudmu apa disana ada banyak hantu???” Terlihatlah watak Angeli yang
sebenarnya ia sangat menyukai hal-hal yang berbau mistik.
“Yup!
Kau akan mengetahuinya setelah kau tiba disana nanti.”
“Akan
aku persiapkan!” “Maukah kau mengantarku?” Sambung Angeli.
“Tentu.
Kita harus naik angkutan umum untuk sampai di kos-kos’an.”
Selang beberapa menit
mereka mendapatkan kendaraan yang siap mengantarkan pelanggan.
“Mas liren.” Rere menghentikan angkot dengan bahasa Jawa
yang kental. “Ayo cepat naik!.” Rere yang masuk pertama, sedangkan Angeli belum
dapat naik karena barang-barangnya itu terlalu banyak. Sopir angkot pun tak
menyadari dan angkot ini pun tiba-tiba saja beranjak pergi. Hanya barang-barang
Angeli saja dan Rere yang terbawa, sementara Angeli tertinggal.
“Hei tungguuuu… Hei!” Angeli berusaha lari mengejar
angkot itu, tetapi saying angkot itu melaju dengan kecepatan tinggi sehingga
Angeli mengeluh dan berharap akan menemukan Rere.
Selang beberapa menit.
“Eh mas mas! Teman saya mana yo?” Rere menepuk punggung
sopir angkot itu.
“Mana saya tahu non. Bukannya sudah naik semua?”
“Astagfirullahaladzim.. Jangan-jangan dia ketinggalan
lagi. Waduh gimana ini????” Rere makin panic.
“Oh.. yang tadi wajahnya kaya orang India bukan non?”
“Iya..”
“Oh pantesan non. Nnyong
kira tadi cuman ngebantu naikin barang-barang non.”
“Yo uwis.. turun disini saja mas.” Rere turun pas didepan
kos-kosa’an Bu Gotik dan berharap Rere akan menemukan kos-kosa’an Bu Gotik.
* * *
Xiao pun menanyakan tempat kos-kosa’an yang dijanjikan
Santi.
“Ngomong-ngomong apakah masih jauh?” Tanya Xiao.
“Itu didepan sana.” Santi menujukkan kea rah warung
kecil-kecilan.
“Aku tanya dimana tempatnya bukan warung itu.” Xiao
bingung.
“Maksudku disebelah warung yang itu.”
Kebetulan Ibu Gotik sedang berada dipan kos dan merekapun
dating hingga mengagetka Bu Gotik.
“Assalamu’alaikum Bu.”
“Ehh walaikumsalam. Lho.. ini sopo toh?”
“Oh ini.. gak penting lah Bu. Ada tempat yang masih
kosong ndak Bu?”
“Ya ada lah ndo. Memangnya buat sopo toh?”
“Ya ini lah Bu.. masa buat mas Jono.”
“Oh… dikira ini pacar kamu toh.”
“Ah si Ibu bisa saja.” Santi tersipu malu sambil melirik
Xiao.
“Yo wiss.. silahkan masuk.” Ibu Gotik pun mempersilahkan
dan menunjukkan kamarnya.
Beberapa saat kemudian
setelah Xiao mendapatkan kamarnya.
“Xiao, kini kau tak membutuhkan ku lagi kan? Sekarang kau
sudah mendapatkan tempat tinggal. Aku pulang dulu saja karena masih banyak
pekerjaan dirumah.” Saanti berpamitan kepada Xiao yang tengah melihat-lihat
kamarnya.
“Tunggu dulu. Aku ingin mengucapkan banyak-banyak
terimakasih padamu karena elah membantuku dengan senang hati hingga sampai
ditemat tujuan. Aku tidak pernah punya teman yang sangat baik sepertimu. Hmm..
atas gantinya, kau boleh minta apapun dariku. Apapun itu aku akan kabulkan.”
“Sebelumnya terimakasih banyak. Tapi mungkin suatu saat
aku akan membutuhkanmu. Baiklah aku pulang dulu. Sampai bertemu lagi Xiao.”
* * *
Setelah
berputar putar mencari kos-kos’an akhirnya Hime dan asistennya pun menemukan
kos-kos’an yang terlihat ada tulisan ‘Kos’an Bu Gotik’ disebuah pagar tanaman.
Asistennya segera bertanya kepada salah seorang wanita yang sedang keluar dari
salah satu pintu kos. Pikir asisten itu bahwa wanita ini adalah pemilik kos’an
itu.
“Permisi.. apakah masih ada tempat yang kosong disini?”
“Tentu ada. Mari masuk.”
“Nah
ini kamarnya.” Bu Gotik menunjukkan ke sebuah kamar yang tak terlalu luas.
“Oh
baiklah terimakasih. Hime apakah kau tertarik?”
“Terserah
kau sajalah lagipula hari sudah tampak mulai gelap.” Jawab Hime tanpa
basa-basi.
Didalam kamar.
“Syukurlah akhirnya kita bisa istirahat disini.” Seru
sang asistennya sambil merebahkan diri disebuah kursi.
“Aku mau tidur sebentar, sementara kau bereskan
barang-barang ku dulu.” Hime tak mau kalah ia pun menyuruh asistennya
membereskan barang-barang.
‘Pantas saja dia cabi, sudah makan tidur, sudah makan
tidur. Ck ck ck…’ Ledek sang asistennya dalam hati.
* * *
Dari dua Negara
yang berbeda namun hanya satu tujuan mereka. ‘Mencari tempat tinggal’ sekarang
waktu menunjukkan pukul 5 sore kurang, hingga akhirnya kedua gadis ini tiba
disebuah gang dan kebetulan ada seorang wanita paruhbaya sedang lewat.
“Hyun kebetulan sekali ada orang lewat sini, bagai mana
jika kita tanya ibu itu? Aku rasa kita tersesat karena dari tadi kita hanya
berkeliling-keliling ditempat ini saja.” Bisik Ich yang sambil menekuk lutut
karena lelah berjalan.
“Aku setuju. Sudah beberapa kali kita melewati jalan ini
namun baru kali ini aku sadar..” Jawab Hyun sambil menengok kanan dan kiri
melihat jalan yang telah dilaluinya.
“Mmm.. permisi bu, apakah ada sebuah tempat tinggal
sewaan terdekat dari sini?” Hyun yang biasanya tersenyum sinis sekarang
senyumannya dipaksa lebar-lebar karena Ich mencubit pinggang Hyun untuk
memaksanya bertanya.
“Oh tentu, memangnya non-non yang ayu ini dari mana?”
Wanita paruhbaya ini menatap Hyun dan Ich dengan aneh.
“Aku dari Korea dan dia temanku dari Inggris. Apakah kau
bisa menunjukkan nya segera pada kami?” Hyun sedikit kesal karena ia ingin
ceat-cepat beristirahat.
“Oooo.. non tinggal lurus, lalu ada gang kecil dan
didepan gang itu tertera sebuah plang bertuliskan ‘Kos’an Bu Gotik’. Setahu
saya itu yang terdekat dari sini non.” Wanita ini menjelaskan.
“Baiklah terimakasih bu.” Kini Hyun tersenyum manis tanpa
paksaan.
7 menit kemudian…
“Hey Ich, aku rasa ini tempatnya. Lihat saja plang yang
ada tulisan itu.” Hyun menghentikan langkah mereka berdua dan menunjuk kesebuah
plang yang bertuliskan ‘Kos’an Bu Gotik’.
“Fyuuuhhh akhirnya aku bisa istirahat juga nanti.
Sebelumnya tunggu dulu jika hanya tersisa sat kamar saja bagaimana?” Tanya Ich
sambil memastikan.
“Kau sadar tidak?! Kita ini perempuan bukan? Jadi
walaupun hanya tersisa satu kamar tdak akan jadi masalah. Kau boleh satu
ruangan denganku.”
“Benarkah? ‘Aku harap tidak’ Baiklah aku pegang
omongan mu. ‘Semoga saja masih banyak kamar yang kosong’ “ Ich mengancam
dalam hati.
* * *
Sore ini mungkin hari keberuntungan untuk seorang pemilik
kos-kos’an sebab kamar-kamar yang kosong sudah terisi kembali satu persatu. Tak
lama ketika sedang merasa bahagia, Bu Gotik sipemilik kos-kos’an didatangi oleh
dua orang perempuan asing.
“Permisi apakah ini kos-kos’annya Bu Gotik?” Tanya
seorang gadis yang tampak lelah sudah berjalan jauh.
“Si non tepat sekali! Saya sendiri lho yang punya.”
Seperti biasa gayanya Bu Gotik ‘Mengibaskan kipasnya’ walaupun tidak panas.
“Ich kita tidak salah orang’kan?” Hyun berbisik ke
telinganya Ich.
“Diamlah dulu kau ingin cepat berbaring atau pulang ke Korea
hah?!” Ich menginjak sepatu Hyun. Hyun langsung terdiam.
“Ada yang bisa saya bantu non?”
“Ya ini sangat kami butuhkan. Jika ibu adalah pemilik
kos-kos’an ini, apakah masih ada lowongan tempat untuk kami berdua?”
“Tapi ohon maaf non hanya tersisa satu kamar paling atas.
Tapi ndak usah khawatir, beruntung kamar itu agak gede lah. Lumayan buat
berdua..” Goda Bu Gotik pada Ich.
‘Sudah kuduga hanya tersisa satu kamar. Ya sudahlah
aku menyerah’ Ucap Ich dalam hati.
“Tak apalah lagipula kami juga tidak tahu lagi kos’an
yang lain.” Ledek Hyun pada Ich.
* * *
“Kau tidak sakir’kan?” Bio menatap Lio dengan heran yang
dari tadi senyum-senyum sendiri.
“Sembarangan kau! Masa orang tampan dibilang tidak
normal.” Lio memuji dirinya sendiri.
“Lalu kenapa kau menahan tawa tiap melihatku hah?!”
“Tidak.. kau baru naik delman ya? Jaah payah! Kau harus
seperti aku walaupun aku juga baru beberapa hari disini, tak terlalu tegang
juga naik delman sampai harus berpegangan erat sepertimu.” Lio meledek Bio yang
memegang erat tangannya.
“Kau yang payah! Siapa yang tegang?!” Bentak Bio sambil
melepaskan tangannya Lio.
“Kau ini cantik-cantik kasar sekali. Beruntung aku ini
membantumu tahu! Jarang-jarang lho aku sedekat ini dengan peremuan. Hehe..” Lio
terus meledek Bio hingga dia merasa malu.
Keheningan pun terjadi…
“Ekhmmm.. sepertinya aku pernah melihatmu sebelumnya.”
Lio memulai percakapan kembali.
“Sepertinya kau harus benar-benar pergi ke Dokter!” Bio
kesal.
“Aku serius. Kau gadis yang waktu itu duduk dibawah pohon
dekat keraton itu ‘kan??”
“Kau semakin lama, makin aneh saja! Jelas-jelas aku baru
saja baru mengenalmu di restoran tadi.”
“Aku tak mungkin salah! Itu benar-benar kau. Saat itu
juga kau berbicara bahasa Mandarin, mana mungkin aku mengerti?” Lio tetap saja
kekeuh membenarkan.
“Yeah.. terserah apa katamu.”
* * *
“Nasib.. ya nasib. Hari ini apes banget inyong, gara-gara
mikirin Cah Ayu tanpa sadar benerin remnya semalem. Ditambah lagi dimarin si
Bos gara-gara telur bebeknya pecah semua. Huuh!” Ucap si pemuda Jawa yang baru
pulang dari Bos majikannya sambil menendang-nendang ban sepeda onta nya.
“Assalamu’alaikum? Bu..bu? Jono pulang.. *tok tok tok!”
Teriaknya dengan keras sambil mengetuk pintu.
“Kleekk.. Walaikumsalam. Kamu kenapa toh… le?” Nggak kaya
biasanya.” Jawab Ibunya Jono yang baru saja mengurus anak-anak kos baru dan
membukakan pintu.
“Nasib.. ya nasib. Huuhhh!” Tanpa bersalaman kepada
Ibunya, sipemuda ini malah langsung masuk.
“Ck..ck..ck.” Ibu Gotik hanya geleng-geleng kepala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar